Bismillahirrahmanirrahiim
Duhai camar, aku
iri dengan kebebasanmu. Hanya dengan mengepakkan sepasang sayap putih
keabu-abuan indah, kau dapat melayang di udara, berdansa bersama alunan angin
yang berhembus. Memandang segalanya dari atas sana. Maafkan aku.
***
Masih seperti
biasanya, termenung ditemani belaian angin lembut di tepi selat Bosphorus yang
mempesona. Menelusuri jejak catatan nikmat sebelum ia disebar manemui
pemiliknya. Adakah cahaya syukur di dalamnya? Seberapa besarkah? Betapa malunya
bila sang pemilik dipertemukan dengan catatan nikmat yang sepi akan cahaya itu.
Sungguh kelalaian dan kesia-siaan yang nyata.
Tuhan telah
memberikan kepada orang-orang yang beriman sejumlah kalimat, tetapi Dia berikan
untuk mensyukuri nikmat hanya satu kalimat[1], namun cahaya-Nya yang dapat
mengimbanngi seluruh nikmat dengan berbagai macam jenisnya. Sudah sepatutnya
setiap kata dari kalimat itu dibarengi dengan ucapan terima kasih.
Mohon jangan
biarkan hamba masuk ke dalam golongan orang-orang yang tak mempunyai rasa
terima kasih. Mungkin perasaan yang
sedang bersinggah ini, buah dari banyaknya kemaksiatan yang telah kuperbuat.
Astaghfirullah. Memperbanyak istighfar, itulah kuncinya.
***
Tiga notifikasi.
Pecinta Langit Add you, Barak Mustofa Added you back, dan Aeril Shiamy
commented on: Life is fragile handle it with prayer.
Hangout. Aeril Shiamy.
· Mba Rara, how
goes the world?
· Alhamdulillah
pretty well thx, & u?
· Like u.
LOL[2]:D
· Dasar. BBS[3]
Panggilan masuk
dari Fatimah. “Assalamualaikum. Merhaba,[4]Ra.”
“Wa’alaikumussalam
warahmatullah. Merhaba. Ada apa Neng?”
“Ini, tentang job
kamu di acara pernikahan ...”
“Memang kenapa
Fatimah?”
“Ada something
special for you!”
“Wow! What’s that?”
“Lihat saja nanti.
This is surprise!”
“Hmm.”
“Gak penasaran
nih?”
“Dikit sih, tapi
nanti juga tahu, so just wait for it!”
“Aihh. Oh iya Ra,
semua dokumen Uni dan Uda sudah siap. Davul[5]juga sudah dikonfirmasi.”
“Hmm. Bagus itu.
Alhamdulillah.”
“Sekarang aku sama
Uni lagi di pusat suvenir nih. Kamu mau nitip something?”
“Nggak. Syukran.
Insyallah habis dari Dolmabache Palace juga mau ke Istiklal street, kok.”
“Sendirian?”
“Bareng Maria and
Zamzam.”
“Oh.”
“Ya udah, güvenli
alışveriş[6]. Kendine iyi bak.[7]”
“Oke. Udah dulu
yah, Ra. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam
warahmatullah.” Kumatikan sambungan setetelah menjawab salamnya.
***
· Are u there?
o.O
· Yups.
· Kangen?
· Just rindu..
HH[8]:D
· Keluarga di
rumah sehat?^^
· Bangeeet.
Mba, Pak RT dateng loh!
· Terus? 8-)
· Pengen
jodohin Mba sama Aa samping… 8-)
· Yalan![9]
· Ciyus! :v
· CNBS[10]:-p
· Jiah..
‘alamasyi’ti. [11]
Oops, Mom
calls me.
CUL[12]bye……
^_^
Belum sempat
mengetik yang diseberang sudah off.
***
Masih sekitar
sebulan lagi sebelum keberangkatanku. Pokoknya harus bisa masak! Praktek
sesering mungkin. Tunggu dulu, memangnya jauh-jauh merantau mau jadi tukang
masak? Tapi bukan suatu hal yang tak mungkin juga, buka resto di kota yang
terkenal dengan wisata kulinernya. Hanya iseng berkhayal. Sejujurnya masak
bukan hobiku. Apa salahnya menghabiskan waktu bersama Ummi di dapur.
***
Meredam suara
kikikan, tersenyu malu-malu, “Irisan Rara unyu-unyu kan, Mi?” seraya memainkan
sebelah alis.
“Loh, itu kecil
banget Mba. Mau buat apa kentangnya?”
“Mau Rara campur di
tumisan. Biasanya kan kangkung oblong atau kangkung cabai, ceritanya pengin aku
tambahin dadu kentang imut-imut Mi, biar keren. Digoreng bentar terus ditumis
bareng kangkung deh, gak apa-apa kan, Mi?”
“Perawan Ummi yang
satu ini …dapat imajinasi dari mana tumis kangkung dicampur irisan kentang?”
“Dari bisikan hati
yang numpang lewat. Cabai merahnya diiris kecil apa sedang saja, Mi?”
Menggeleng-gelengkan kepala seraya tersenyum, “Kamu itu sukanya yang
kecil-kecil. Sop kemarin juga sayurannya dipotong imut-imut.”
“Kemarin kan
percobaan. Ceritanya biar pas masuk ke mulut bisa langsung dikunyah gitu, gak
usah dipotong pakai sendok lagi ...”
“Kalau untuk
suguhan tamu kurang pantas Mba. Cabainya diiris sedang saja.”
“Iya, nanti kalau
Mba nyayur sop irisannya standar normal. Gak pakai model zoom out.”
“Rara … Rara … masa
sayuran di-zoom out.”
“Hehe. Asal bunyi
Mi. Gaya gitu, ceritanya ...”
“Ah, kamu. Serba
ceritanya.” Senyuman Ummi manis. Tatapannya begitu teduh. Dalam diammya aku
tahu, begitu banyak lantunan dzikir yang mengalun diiringi panjatan doa. Bahkan
sebelum memasak pun Ummi membumbuinya dengan doa. “Biar masakannya berkah,”
begitulah katanya.
***
Seminggu yang lalu
Fatimah baru saja kembali dari tanah air. Aku ingin, tapi takdir belum
mengizinkanku melepas rindu dengan mereka. Uhibbukum fillah Ummi, Abi,
uhibbukum fillah ‘ailaty. I hope the longing that is hidden in the sunlight can
tell them my heart.
Semoga kalian baik-baik saja. Aku yakin yang di seberang
sana selalu mengirimkan bingkisan spesial itu. Doa. Kasat mata memang tak
tampak, namun kehangatannya bisa dirasa. Sungguh hadiah istimewa yang tak
ternilai harganya.
***
Every time I close my eyes I see you in front of me
I still can hear your voice calling out my name
And I remember all the stories you told me
I miss the time you were around (2x)
But I’m so grateful for every moment I spent with you
‘Cause I know life won’t last forever...
Lirik lagu yang
indah, sepertinya lebih pas lagi bila kudengarkan “One Big Family” Maher. Huft,
kulepas arphne, lingaku sudah terasa panas.
+905068239xxx
17.04.2014 14.17
Ra, sekarang aja.
Aku tunggu di tempat tadi. Ini nomor baruku, disave ok! ^.^
-Maria-
Glossary
[1] Hamdalah
[2] Lots Of Laughts/ Laugh Out Loud (hahaha... )
[3] Be Back Soon (akan segera kembali)
[4] Halo, bahasa Turki
[5] Penabuh gendang atau arak-arakan. Biasanya pemain musik
“davul” ini ada tiga orang dan semuanya mengenakan rok berwarna merah atau
genjreng dan banyak hiasan manik-manik mengkilapnya.
[6] Selamat berbelanja, bahasa Turki
[7] Hati-hati, bahasa Turki
[8] Haha ...
[9] Bohong! bahasa Turki
[10] Cock-&-bull-story (cerita yang tidak dapat
dipercaya)
[11] Terserah kamu, bahasa Arab
[12] See You Later
0 komentar:
Posting Komentar