Diberdayakan oleh Blogger.
Seal - Gaia Online
RSS
Container Icon

Malam Minggu Kelabu

     Malam Minggu yang suram. Kelabu. Alah, gayanya. Giliran ada kegiatan, aja, pengennya libur. Waktunya nobar, malah pada tidur. Eh, gak jadi konsulat, pengen nobar.
     "Umi, minta sms, Umi," Serly lagi, Serly lagi. Perasaan, tiada hari tanpa nggak minta sms.
     "Umi nonton, Umi..." Masih sibuk ngejahit baju, "Nonton apa, Ndah?"
     "Di laptop, Umi..."
     "Nonton apaan? Gak ada filem baru."
     "Gak apa-apa, Mi, daripada be-te." Aduh, benangnya abis, lagi. Kudu masukin ke dalem jarum, deh, ah, "Udah nggak usah. Balik kamar aja ya Nak, Umi sibuk, nih."
     "Umi, malem-malem ngejait."
     "Tanggung. Nyelesein yang tadi siang."
     Ngecek kamar, eh, sebagian udah pada tidur. Udah bersih juga, abis dipiketin.
     "Ndah, kamu meriang?" Si Safira masih ngelanjutin aksi ngeroknya yang amatiran. Yang ditanya malah cerita panjang lebar kenapa dia dikerok. Langsung lupa, tuh anak ngomong apa. Auk, ah. Ceritanya nggak jelas. Mimpi apa... punya anak-anak kayak gini. Alhamdulillah aja, deh.
     "Umi, masa tangan Indah ada tulisan "ﺍﻟله ". Dia bikin pake pacar kuku. Kan nggak boleh ke kamar mandi kan, Mi," lapor Khofifah.
     "Mana Umi liat," ada-ada..., aja tingkahnya, "Ngapain, lagi. Tuh, tangan kamu jadi jorok ada corat- coretannya. Pake bandul kalung  "ﺍﻟﻠﻪ" aja kudu dilepas kalo ke kamar mandi."
     Khofifah langsung ngasih minyak telon ke tangan Indah. Niatnya pengen ngilangin. Eh, digosok-gosok, bukannya ilang malah punggung tangannya jadi merah.
     "Umi, sakit, Mi," Indah ber-aduh-aduh sambil berdesis, "Udah Khofifah, perih, nih."
     "Udah Nak, sini Umi ilangin tulisan "ﺍﻟﻠﻪ -nya", mana pacar kukunya?"
     "Udah tinggal dikit, Mi. Itu saya belinya juga patungan ama Alya."
     "Dikit doang. Buat nutupin. Lagi nggak sopan. Masa tulisan " ﺍﻟﻠﻪ " dibawa ke kamar mandi." Akhirnya dikasih. Iseng bikin gambar bintang, deh.
     "Umi, masa kamar kita lagi yang nguras kamar mandi," celetuk Safira dengan suara cemprengnya.
     "Lah? Emang kalian udah nguras? Kapan?"
     "Hari Jum'at, Umi," jawab Abil.
     "Udah Umi, pas 'Jum'at bersih'. Kan kamar tiga udah nguras kamar mandi yang bawah, nyikat wc, sama lorong juga kita pel, Umi..." protes Fifi.
     "Nanti Umi tanya Umi Juby lagi, ya, Nak."
     "Umi nonton Umi..., film Barbie yang di laptop Umi, deh."
     "Udah Umi apus, Ndah. 'The Guardian' mau?"
     "Yang burung animasi itu, Mi? Udah nonton kan, waktu itu..."
     "Yang abis itu nonton film Thailand anak band lucu itu kan, Ndah?" Indah cuma ngangguk bentar ke Arah Abil.
     "Yah, Umi. Pake spin, deh." Indah memelas.
     "Emang WLAN-nya nyampe ke kamar kamu?"
     "Kalo nggak yang film yang kata Umi anaknya meninggal. Safira belum selesai nonton, Umi."
     "Iya Mi, sedih filmnya," timpal Serly.
     "Ya udah. Tapi besok jangan pada 'kebo' pas dibangunin tahajud." Pada seneng?  Awas ye, jadi kebo beneran kalo susah bangun. Σ( ° △ °|||)︴
      Eh, Walaupun cuma mbatin, masa ngedoain anak jadi kebo?  Ya Allah, ampuni hamba. Semoga kami diberi kemudahan bangun pagi dan keridhaan-Mu. Amin.
     Meski belum menikah, tapi aku kan menjadi ibu asuh anak-anakku, calon ibu bagi anak-anak kandungku. Perkataan adalah doa. Ya Allah, bimbinglah kami. Semoga kata-kata yang keluar dari lisan ataupun hati kami adalah perkataan yang baik. Amin. (taubat mode on)
     "Umi, pinjem Music Angle-nya, Umi..."
     "Iya, Mi, buat pengeras suara."
     "Iya."
     "Umi, besok Silvi minta uang ya, Mi. Mau beli bubur di depan Super Indo."
     "Iya, Nak." Yah, beginilah susah senangnya mengasuh tujuh belas bidadari kecil tanpa didampingi sang bidadara. Eh? (´ヮ`)
     Sejam kemudian.
     "Nak, udah malem, loh. Filmnya masih lama, nggak? Besok bangun pagi, istighosah dan jama'ah subuh."
     "Udahan Mi, filemnya. Ini mau dimatiin laptonya."
     "Ya udah. Pada ambil air wudhu dan berdoa sebelum tidur ya, Nak. Niat besok bangun pagi buat beribadah."
     "Iya, Umi...." jawab mereka serentak.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Nyari Arwah

     Peringatan harlah yayasan. Seperti biasanya, butuh dana ratusan juta. Tiga ratus lima puluh juta, nominal yang..., cukup besar atau cukup sedikit?
     "Umi, aku mau es-em-es, Umi. Mau bilang papah buat bayar harlah."
     "Nanti ya, Nak, hape Umi masih dicharge." Serly manut.
     Per-anak diwajibkan menyumbang lima puluh ribu rupiah (sumbangan kok wajib? habis mau bagaimana lagi, demi mensuskseskan acara sendiri, dari mana kalau bukan dari kita sendiri? _•^ᴗ^•_). Dikumpulkan ke wali asuhnya masing-masing dan disetorkan ke lurah yayasan bila sudah terkumpul.
     Selain dari iuran murid-murid, panitia harlah bekerja sama dengan para alumni yayasan untuk menggalang dana dari sponsorship penggelaran stand di bazar, proposal sumbangan dari beberapa wali murid, sumbangan untuk mendoakan arwah, dan lain sebagainya.
     "Umi Ica, Niken mau titip uang. Kata mamah sehari dua puluh ribu, tapi Niken maunya sepuluh ribu aja. Nanti kalau Niken minta lebih buat sesuatu yang gak penting tolong cegah Niken ya, Umi," sambil menyerahkan sejumlah uang, "Oh iya Umi, itu lima puluh ribu buat bayar harlahnya juga, makasih Umi." Niken yang hemat. o (^‿^✿)o
     "Iya, Nak."
     Tema karnaval tahun ini "Kerajaan Islam Nusantara". Wah, tema yang cantik.
     Sabtu sore anak-anak pulang ke rumahnya masing-masing, khusus anak kelas dua SMP, tapi.
Saat daku memeriksa es-em-es, ternyata beberapa dari mereka pandai membuat novel. Pesannya panjang sekali, Nak. Eh, tapi pesannya si Khofifah singkat banget.
     "Ma pipa besok sore pulang jemput bisa gak?"
     "Emang ada apa, Pip?" balas mamanya Khofifah.
     "Disuruh nyari arwah."
     Loh, nyari arwah? Gimana? Ditangkep pake apa, tu arwah? Terus, nyarinya di Kuburan, gitu?
Mamanya Khofifah mudeng nggak, dapat es-em-es kayak gitu? Jangan-jangan nggak. Udah sekitar lima jam yang lalu, belum dapat balasan, tuh. Mbok yo dijelaske sing jelas, ngunu luh, Pipa....
Namanya juga anak-anak. Modelnya macam-macam. Baca pesan si Khofifah, gimana nggak langsung ngakak coba? Please deh, jawabannya itu loh, "nyari arwah". Bukan efek mistis, yang ada malah koplak.
✧٩(の❛ᴗ❛ の)۶
     Nyari arwah, sih nyari arwah, tapi yang dimaksud itu mencari nama-nama arwah untuk didoakan di tabligh akbar saat hari-H sekaligus memberikan sejumlah rupiah sebagai shadaqah untuk acara yayasan.
Sepertinya anak-anak sedang disibukkan untuk mencari arwah. Kalau begitu, selamat memburu arwah.

ヽ(^。^)ノ╭(′▽‵)╭(′▽‵)╭(′▽‵)╯ GO!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Benang-Benang Cinta Ulat Sutera

Kau yakin bahwa cinta yang akan mempertemukan kita, akupun berpikiran seperti itu.

Tak perlu terlalu bersusah payah menelusuri jalan berliku cinta, biarlah cinta yang menemukan jalan kita. Seperti itukah?

Cinta berada di tangan-Nya. Bukan berarti tak mau berusaha sama sekali. Bukan seperti itu. Hanya saja, jemputlah cinta dengan cara yang indah. Mengindahkan-Nya, cinta pun akan datang pada akhirnya.

Lalu bagaimana dengan kesepian yang merajut gundah dalam dada? Tidakkah ia terkadang berkunjung ke sarangmu?

Mencoba bertahan dari cengkramannya. Yakin bahwa rajutan benang-benang cinta ulat sutera lebih kuat. Meski halus, ia perlahan-lahan, lembar demi lembar, membalut rapat. Mengurung siapapun di dalamnya dan ingin segera melepaskan diri, menunjukkan sosok yang sama sekali berbeda. Menjadi kupu-kupu cantik, terbang menelusuri dunia fana yang penuh fatamorgana cinta, dan berhasil menemukan cinta yang sesungguhnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Selam 1:12:38

Kadang sang pemberi hadiah itu sangat berharga, sangat berharga.
Kau tidak akan membayangkan hadiah pemberiannya, lalu kau tak ingin membuka, dan merusaknya.
Kau tak akan berani.
Mungkin akupun seperti itu.
~Selam~
1:12:38

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Selam 1:14:12

😇
Para pemberani ini telah membuka hatinya untuk cahaya ini

Ketika lewat, mereka menebarkan cahaya ke semua tempat

Sejak mereka mendapatkan ruh,
dengan keindahan yang pernah hilang

Seorang peri dalam mimpi bermimpi di setiap malam

Mereka menyanyikan lagu kepada mereka
Berhari-hari dengan sayap-sayap cinta dan kerinduan

Mereka terus berlari dengan penuh harapan

Setiap malam dengan mimpi yang warna-warni
Membuat mata-mata tenggelam

Poem read by Dahminah
~Selam~ 1:14:12

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Smartphone yang Tertinggal

     Cuaca cerah. Panas terik, namun tak ada hujan badai dan tak ada yang kita lalui bersama. Kenyataannya memang tak sedramatis lagu yang dibawakan Makcik Siti Nur Haliza. Dia orang bukan ya, yang nyanyi? Aih, lupa-lupa ingat.
     Bang Sutan serius amat, mantengin layar hape ampe segitunya. Kok beda dari biasanya, ya? Beli baru, apa?
     "Ica! Sini bentar dah, Ca!" Objek yang dikepoin malah manggil sambil melambai-lambaikan tangan, tapi pandangannya tetap fokus ke benda itu.
     Dirikupun segera meluncur. "Liat ni, dah. Perhatiin." Eh, ternyata lagi buka galeri. Kok kayak...
     "Eni hapenye si Otus, bukan?" nah itu dia, kayak hapenya si Otus. Lah, bisanya sama Bang Sutan? Sambil kepo dalam hati, aku cuma manggut mengiyakan.
     "Abang nemu di kantor SMP tadi."
     "Abis rapat tadi, maksudnya?"
     "Iye," denger gitu cuma bisa tepok jidat. "Otus, Otus. Bungkusan nasi Padang die bawa, hapenye malah ditinggal." Bang Sutan geleng-geleng kepala.
    
Jakarta, 17 Februari 2017

     Rapat evaluasi peserta didik bersama para wali, alhamdulillah dapat terlaksana dengan lancar.
    Loh, kenapa pertemuan rapatnya melibatkan para wali? Begini pemirsa, di sekolah berbasis religi yang mewajibkan peserta didiknya tinggal di asrama ini, dioperasikan atas kerja sama para wali. Wali kelas, wali asuh, wali murid, dan wali band yang akan memeriahkan peringatan harlah yayasan dalam waktu dekat. Yeay... hore...!!! ヽ(^0^)ノ ↖(^▽^)↗
     Otus..., oh, Otus. Mengapa kau sungguh tega meninggalkan smartphonemu begitu saja, Otus? Untung tidak ada dokumen ataupun gambar berbahaya di dalamnya. Foto dirinya saja, hanya beberapa. Lalu dari mana Bang Sutan menerka smartphone itu kepunyaan Otus? Ya dari beberapa foto dirinya itu. Daripada mengoleksi potret orang, dia lebih suka mengisi galerinya dengan gambar pemandangan, lukisan, ataupun hal-hal berbau seni lainnya, terlebih seni abstrak. Oh, Otus yang antik.
     "Juby, si Otus nyariin hapenya, nggak?" tanyaku via telepon.
     "Nggak. Tapi tadi aku liat dibawa Uni ke kamar anak-anaknya. Mau pada es-em-es, Teh."
     "Bukan yang itu, hape yang satunya, Binju...."
     "Nggak, Teh," terdengar suara terbatuk-batuk dari seberang. Sepertinya virus-virus bengek telah menyerang Juby Binju yang malang, "Emang kenapa sama hapenya Uni Otus, Teh?"
    "Ketinggalan di kantor SMP, tadi. Untung ditemuin sama Bang Sutan."
    "Sekarang hapenya masih di Bang Sutan, Teh?"
    "Masih."
    "Aku bilangin Uni Otus aja, tah, kalau hapenya ketinggalan?"
    "Nggak usah repot-repot, Nju. Biarin aja kalau dia nggak nyariin, mah," aku terkikik. "Nanti Teh Ica anterin abis dari sekretariat. Masih ngurusin harlah, soalnya."

    Bener-bener si Otus, mah. Mentang-mentang nggak butuh. Ketinggalan, terus nggak ada inget-ingetnya sama sekali, gitu?
     Sobatku yang satu itu pegang hape, paling kalau sedang buka arsip-arsip kuliah, searching, blogging, drawing and photo editing. Itu pun dong-dongan, kalau moodnya lagi bagus.
     Jarang chattingan. Katanya mau ngechat apa coba, kalau nggak ada pertanyaan yang bikin dia kepo? Chattingannya nggak jauh-jauh soal pelajaran, tugas kuliah, dan teman-temannya. Bahkan, obrolan di beberapa grup Whatsapp juga sering terabaikan. Pesannya menumpuk. Pernah hampir seribu pesan belum terbaca. Sampai mbak Rofi bilang gini, "Otus, kalau ada pesan itu dibaca. Barangkali penting buat Otus, gimana? Kan jadi ketinggalan berita, Tus."  Jawabnya cuma, "Lupa Mbak, mau dibiasain buka biar nggak ketinggalan berita tapi lupa. Jadi pas inget pegang hape, ya pesannya udah banyak, aja". Aduhh, ini kebiasaan buruk atau gimana, sih? Bingung aku. T_T
    Terus, sama keluarganya, nggak hubungin mereka juga karena lupa? Hufh. Seperlunya aja, katanya. Nggak telepon- teleponan, emang? Siapa yang mau telepon dan telepon siapa? Paling telepon dari wali murid yang mencari anaknya. Katanya, mungkin kalau sudah bersuami hapenya akan lebih hidup.

Aihh? O_o (⊙o⊙)?@( ̄- ̄)@
    Otus, si Otus, Otus. Kalau lupa, begitu deh, bilangnnya, "Maklum, udeh tue bangke," Otus keturunan Padang Pariaman, tapi hidupnya di Jakarta. Cuma numpang lahir doang di Padang. Mau nggak mau gayanya jadi ber-aye-ente, elu-gue begitu. Tapi baginya sekali Padang tetap cinta Padang.

     Ia sering mengingatkan hal-hal kecil, bahkan penting kepadaku. Sebentar, kalau begitu sebenarnya dia pengingat yang baik sekaligus pelupa juga? Atau bagaimana? Hufhh, yang jelas ia adalah teman baikku. Terkadang Otus menyebalkan, namun juga menyenagkan.
    Setiap orang mempunyai kelebihan serta kekurangannya masing-masing. Walaupun kekurangan seseorang membuat risih, bahkan menjengkelkan, tapi kita harus sabar dan menerimanya, karena tak mustahil hal yang demikian dirasakan oleh orang lain terhadap kita. Saling menghargai kelebihan dan kekurangan satu sama lain, saja. Indah, bukan?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Rasa-Rasanya

Burung berkicau, hembusan angin sepoi, dedaunan yang terhempas menyusuri opera pagi ini.

Mengapa ada pikiran? Mengapa berpikir? Ingin rasanya membuang semua yang terpikirkan. 

Apa? Pikiran-pikiran yang memenuhi ruang tersembunyi di sana? Sejenak pikiran itu hening.

Mungkinkah membuang semuanya? Sampai kapan akan kosong hingga memikirkan sesuatu lagi. Lagi? Lagi-lagi yang tergial. Sungguh menggelikan.

Rasa-rasanya, seperti apa rasanya nanti? Kosong tak terpikirkan apapun. Hampa tak merasakan apapun. Sepi tak terlihat apapun. Inginkah? Seperti itu?

Tidak, setidaknya pikiran-pikiran memberikan rasa, menebarkan aroma, melukiskan warna dan Indah pada akhirnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS