Diberdayakan oleh Blogger.
Seal - Gaia Online
RSS
Container Icon

Pentingkah "Sadar Diri" dalam Kehidupan?


Nabi Musa as. sadar bahwa dia telah melakukan dua kali kesalahan, tetapi tekadnya yang kuat untuk meraih makrifat mendorongnya bermohon agar diberi kesempatan terakhir.[1] Namun, pada perjalanan ketiga, Nabi Muas as. tidak sengaja secara tegas bertanya, tetapi memberi saran. Kendati demikian, karena dalam saran tersebut terdapat semacam unsur pertanyaan apakah diterima atau tidak, ini pun telah dinilai sebagai pelanggaran oleh hamba Allah itu.[2]

Sayyidina Umar bin Khattab pernah bertutur:

حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا وَتَزَيَّنُوْا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ وَإِنَّمَا يَخِفُّ الْحِسَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِى الدُّنْيَا

Hisablah diri (introspeksi) kalian sebelum kalian dihisab, dan berhias dirilah kalian untuk menghadapi penyingkapan yang besar (hisab). Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia.”

Sayyidina Umar menganggap bahwa evaluasi diri lebih dini akan menguntungkan kita pada kehidupan kelak, karena dengan mengevaluasi diri sendiri, manusia akan mengenali kekurangan-kekurangannya yang diharapkan dapat diperbaiki sesegera mungkin. Kondisi ini akan meminimalkan kesalahan sehinga tanggung jawab dalam kehidupan di akhirat nanti menjadi sangat ringan.[3]

Dalam hadits Rasulullah bersabda:

عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ

Dari Syadad bin Aus ra., dari Nabi Muhammad saw. bahwa beliau bersabda, ‘Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah swt.'” (HR Tirmidzi. Ia berkata, “Ini hadits hasan”).

Refleksi Nabi Musa terhadap apa yang sudah terjadi pada peristiwa-peristiwa yang dilaluinya bersama Nabi Khidir ini dapat menghadirkan kembali pengalamannya, mengelola emosi dan perasaannya, serta melakukan evaluasi terhadap pengalamannya. Dengan demikian, Nabi Musa mendapatkan suatu insight, menyadari kekeliruannya dan akan memperbaikinya di masa yang akan datang.


Dalam hal ini, pelajaran yang dapat diambil adalah, seseorang yang melakukan kesalahan serupa berkali-kali, hendaknya menyadari kelemahan dirinya dan mempertimbangkan untuk melakukan langkah lain yang lebih sesuai dengan bakat/kemampuannya.[4] Karena kesadaran diri merupakan kapasitas yang dimiliki seseorang untuk introspeksi dan termasuk memperoleh pengertian dan pengetahuan mendalam tentang kekuatan, kualitas, kelemahan, kekurangan, ide, pemikiran, keyakinan, idealisme, respon, reaksi, sikap, emosi, dan motivasi seseorang. Sehingga introspeksi juga termasuk dalam menilai bagaimana kita dipandang oleh orang lain dan bagaimana pengaruh tingkah laku, reaksi, dan tabiat kita pada orang lain sebagai acuan dalam memperbaiki hubungan dan kerjasama kita dengan orang lain. (wallahu 'alam)



[1] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2011), Cet ke-4, Vol: 7,  h. 351.
[2] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, h. 352.
[3] Alif Budi Luhur, “Muhasabah, Jalan Perbaikan Diri,” http://www.nu.or.id/post/read/74281/muhasabah-jalan-perbaikan-diri (diakses pada 22 April 2019)
[4] M. Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2012), h. 317.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS