Diberdayakan oleh Blogger.
Seal - Gaia Online
RSS
Container Icon
Tampilkan postingan dengan label Psychology. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Psychology. Tampilkan semua postingan

Menjaga Jiwa, Menjaga Ketenangan

 بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ



Pernah ngerasa bete gara-gara omongan orang yang nyakitin hati? Atau malah jadi emosi sendiri karena hal sepele? Tenang, kamu nggak sendirian kok!  Kita semua pernah ngalamin hal itu. Tapi tahu nggak sih, ternyata menghindari omongan yang nyakitin dan menjaga ketenangan hati itu punya hubungan erat dengan salah satu tujuan utama syariat, yaitu menjaga jiwa.

Pada dasarnya, semua ketentuan dalam syariat itu bertujuan demi tercapainya maslahat atau kemanfaatan, kebaikan, dan kedamaian umat manusia dalam segala urusannya, baik urusan di dunia maupun urusan akhirat. Nah, maqasid syariah atau beberapa tujuan syariat adalah merealisasikan kemanfaatan untuk umat manusia (mashâlih al-ibâd) baik urusan dunia maupun urusan akhirat mereka.

Menurut Imam Asy-Syatibi, maqashid syariah memiliki lima hal inti, yaitu:

1. Hifdzu ad-din (حـفـظ الـديـن) atau menjaga agama

2. Hifdzu an-nafs (حـفـظ النــفـس) atau menjaga jiwa

3. Hifdzu 'aql (حـفـظ العــقل) atau menjaga akal

4. Hifdzu an-nasl (حـفـظ النـسـل) atau menjaga keturunan

5. Hifdzu al-maal (حـفـظ المــال) atau menjaga harta

Kemudian, jika kita menghindari orang-orang yang sekiranya omongan mereka dapat menyakiti kita, atau membiarkan diri kita sendiri untuk tenang dari marah, itu masuk bagian dari menjaga jiwa, bukan?

Hayooo bagaimana? 

Jadi begini, menghindari orang-orang yang omongannya dapat menyakiti kita dan menjaga ketenangan diri dari amarah termasuk dalam hifzu an-nafs (menjaga jiwa) dalam maqashid syariah.

- Hifdzu an-nafs mencakup menjaga jiwa dari segala bentuk bahaya dan ancaman, baik secara fisik maupun psikis.

- Omongan yang menyakiti dapat menyebabkan luka batin dan stres yang berdampak buruk bagi kesehatan mental dan jiwa seseorang.

- Menjaga ketenangan dari amarah juga penting, karena amarah yang tidak terkendali bisa menyebabkan tindakan impulsif yang merugikan diri sendiri dan orang lain.

Dengan demikian, menghindari orang-orang yang berpotensi menyakiti jiwa kita dan menjaga ketenangan diri dari amarah merupakan upaya untuk menjaga jiwa kita dari bahaya dan ancaman, yang sejalan dengan salah satu tujuan utama syariat yaitu hifdzu an-nafs.

Selain itu, tindakan tersebut juga dapat dikaitkan dengan:

- Hifdzu al-'aql (menjaga akal):  Amarah yang tidak terkendali dapat mengacaukan akal sehat dan menyebabkan seseorang bertindak tidak rasional.

- Hifdzu ad-din (menjaga agama):  Kehilangan ketenangan dapat menyebabkan seseorang melakukan perbuatan dosa atau melanggar hukum agama.

Kesimpulannya, menjaga jiwa dari bahaya dan ancaman, termasuk menghindari omongan yang menyakiti dan menjaga ketenangan dari amarah, adalah hal yang penting dan sejalan dengan prinsip-prinsip maqashid syariah.

Wallahu'alam. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Catatan dari Ayah

 


Percaya, kalau pengalaman itu adalah guru yang paling berharga? Hehe, tergantung keyakinan masing-masing sih, bagaimana seseorang bisa menyikapi, merespon, juga menilai sesuatu yang ada di hadapannya maupun yang pernah ia alami. 


Ya, kepercayaan itu juga seperti debu, sebelum ia menumpuk, itu bukanlah apa-apa. 


Awalnya, ketika pertama kali mondok aku diajarkan ayah untuk membuat list pengeluaran harian di buku tulis. Sederhana, cukup menuliskan tanggal, barang atau keperluan apa, dan menyantumkan harganya. Waktu itu rasanya biasa saja. Nggak kesal ataupun senang karena diminta ayah untuk membuat itu. 


Aku beli lauk, gorengan, air kemasan, bahkan aku beli kertas nasi seharga Rp. 100 pun aku tuliskan. Nah, pada laporan sederhana tersebut, aku tuliskan semua sesuai pengeluaranku selama dua minggu. Aku dijenguk dua minggu sekali, sudah kesepakatan ayah denganku kala itu. Setiap aku dijenguk, selain dibawakan jajan dari rumah dan keperluan sehari-hari seperti sabun dan lainnya, aku juga menyerahkan laporan pengeluaran. 


Ayah membaca dengan detail apa yang aku tuliskan, beliau tidak komentar, “kok jajannya banyak banget, ya,” atau “dikit ya, pengeluarannya.” Ayah tersenyum dan memintaku meneruskan kegiatan itu. Oke deh, aku mah, siap. 


Setiap kali dijenguk, ayah selalu menanyakan kabar dan jika ada yang perlu diutarakan, ceritakan saja, nanti ayah coba bantu berikan pencerahan atau motivasi, tentunya menyesuaikan dengan kondisiku saat itu. 



Pernah, ketika ke pondok, ayah melihatku dalam keadaan lemas, dan mungkin nampak agak pucat. Ayah bertanya perihal kondisiku, lalu aku jawab jika aku sedang mencoba melakukan ibadah puasa sunnah Senin-Kamis, karena sebentar lagi akan ada ijazah puasa tersebut dan kami wajib puasa selama setahun. 


Dengan lembut dan gayanya yang santai, ayah bilang kalau aku tidak kuat puasa ya tidak apa-apa, masih ada ibadah lainnya yang bisa dilakukan seperti berzikir. Kata ayah, jangan sampai yang sunnah itu mengalahkan yang wajib. 


“Nggak apa-apa kok, Yah. Rasanya lemes, tapi Anis masih bisa ikutin kegiatan yang ada,” kataku kemudian aku menyunggingkan sebuah senyuman yang, aduh bibirku yang kering agak pecah-pecah itu…. 


“Tuh kan, bibirnya aja retak gitu,” balas ayahku tanpa dosa. Astagfirullah auto ngakak dalam hati, deh. 


Kemudian, aku memberikan laporan keuanganku. Ayah melihatnya sebentar lalu memintaku membandingkan pengeluaranku dari minggu yang satu dengan minggu lainnya. 


“Pengeluarannya nggak beda jauh, Yah,” aku mengerjap. 


“Berarti pengeluarannya stabil. Nanti ada kalanya kalau lagi banyak kebutuhan, Anis bisa ngabisin lebih dari pengeluaran yang biasanya. Begitu pula sebaliknya.”


Aku diam sejenak, berpikir. Ih, ayahku sedang mengajarkan manajemen keuangan ya, tapi pakai metode santai mode on. Jadi nggak kerasa lagi diajarin, kan. Waah, keren juga. 


Kebetulan banget, di sekolah aku juga sudah belajar Tikom (Teknologi Informasi dan Komunikasi) bab Excel. Hehe, isinya rumus-rumus, ya. Emang boleh jadi sengitung itu. Ihhieww, ayah gak tahu kalau ujian semesteran kemarin aku juara pertama seangkatan, di mata pelajaran itu doang tapi. 


Jadi bernostalgia. Setelah nilai ujian keluar, datanya ditempel di depan kantor SMP. Tidak dituliskan nama peserta ujian, hanya menyantumkan nomor peserta UAS, deretan jawaban dan peringkat. Waktu itu aku iseng, siapa tuh yang dapat peringkat satu di mata pelajaran Tikom, eh, itu nomor ujianku. Alhamdulillah aku senang tapi posisinya aku masih mematung. Diam sambil mikir, kalau diingat-ingat, soal ujiannya juga sama persisis kayak soal latihan di buku paket. Untung sudah aku isi semua latihannya. Ustaz Java, memang boleh aku seberuntung ini? Hmm, but at all, terima kasih banyak ya Allah. Terima kasih Ustaz Java, yang sudah mengajarkanku ilmu dan memberikan soal yang sama persis dengan latihan di buku. 


•°••°•


Sesuatu yang tidak masuk akal terkadang bisa saja terjadi. Aku sudah menerima kiriman uang dari ayahku untuk kebutuhanku selama dua bulan kedepan, tapi di sisi lain, tanpa sengaja aku mematahkan gagang kacamata temanku. 


Aku nggak tahu, padahal cuma pegang gagangnya, mau coba pakai, eh, malah patah, aku pegang gagang yang satunya lagi, patah lagi. Aku bengong. Beneran cuma pegang doang, tapi dia patah begitu saja. Pelan kok, aku pegangnya. 


Karena masih jam istirahat, jadi aku langsung meminta maaf ke temanku dan lari ke luar pondok untuk pergi ke optik terdekat. Sebenarnya tindakanku itu termasuk kabur, karena keluar pondok tanpa izin. Ya sudahlah, maafkan aku yang melanggar, habisnya kepepet. Aslinya temanku biasa saja, tapi perasaanku yang tidak biasa, bawaannya kalau aku merusak barang milik seseorang meskipun itu tanpa sengaja, maunya langsung diperbaiki atau diganti saat itu juga.


Angin pegunungan berembus dengan sejuknya, setidaknya memberikan sedikit kenyamanan meskipun aku sedang galau. Duduk di samping jendela kelas memang favorit banget, deh. 


“Yah, anak Ayah sudah sekolah di Aliyah, tapi rasanya masih pengin curhat aja. Aku nggak sengaja matahin gagang kacamata Dina, uang kiriman Ayah tinggal setengah, deh.” Aku berbisik seolah sedang berbicara dengan angin yang lewat. 


Semenjak melanjutkan sekolah ke daerah pegunungan di Jawa Tengah, aku jadi tidak bisa dijenguk seperti ketika aku mondok waktu SMP dulu. 


Aku menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri. Matahari semakin tinggi, tapi aku masih terpaku di tepi jendela kelas, menatap ke luar dengan tatapan kosong. Dina tadi sudah bilang kalau dia nggak apa-apa, tapi tetap saja aku merasa bersalah. Perasaan itu nggak kunjung hilang meskipun aku sudah berusaha memperbaiki kacamata Dina di optik. 


“Aku nggak marah kok, Nis,” ucapnya dengan senyuman yang menenangkan. 


Tapi tetap, pikiranku nggak bisa berhenti memikirkan bagaimana aku akan bertahan dengan uang yang tinggal setengah. Aku harus pintar-pintar mengatur pengeluaran sekarang. Di dalam hati, aku tahu ayah pasti akan memintaku untuk belajar dari kejadian ini.


Setiap kali aku mengingat pesan-pesan ayah, ada rasa hangat yang mengalir di dalam dada. Bukan hanya tentang uang, tapi tentang bagaimana menghadapi setiap masalah dengan tenang dan bijaksana. Terkadang, tanpa disadari, ayahku sudah mengajarkanku banyak hal. Seperti saat aku mulai terbiasa membuat laporan keuangan. Awalnya, terasa biasa saja, tapi perlahan aku mulai paham, ini bukan sekadar mencatat angka. Ayah sedang mengajarkanku disiplin, kesabaran, dan tanggung jawab. Nilai-nilai yang nggak langsung terlihat, tapi terpatri dalam setiap tindakan kecil.


Dan kini, duduk di bangku Aliyah dengan pemandangan pegunungan yang indah, aku menyadari bahwa semua pelajaran itu datang dari pengalaman. Pengalaman yang mungkin dulu aku anggap sepele, ternyata adalah pelajaran penting.


Aku tersenyum kecil, di balik semua kekhawatiranku, ada keyakinan bahwa aku akan selalu bisa melewati segala tantangan. Karena, seperti kata ayah, “pengeluaran stabil itu penting, tapi yang lebih penting adalah bagaimana Anis menghadapinya dengan hati yang tenang.”


Angin pegunungan terus berembus, seolah membawa pesan dari kejauhan. Mungkin ayah benar, pengalaman adalah guru yang paling berharga.


Dan hari ini, aku kembali belajar.


•°••°•

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Warna Kehidupan, Warisan Kita


Katanya, kalau mau tahu seseorang itu lihatlah tulisannya, bukan sekadar menjustifikasi dari apa yang dikatakannya. Perkataan bisa saja tidak sengaja terucap, tanpa filter, keceplosan. Tapi tulisan, tentu ia melewati beberapa tahapan. 

Proses menulis itu melibatkan tahapan yang matang, mulai dari merencanakan ide, menuangkannya menjadi sebuah konten, kemudian dilanjutkan dengan proses editing untuk memperbaiki dan menyempurnakan tulisan. Melalui proses ini, seseorang dapat mengungkapkan pemikiran dan pandangannya secara lebih terstruktur dan terperinci. Dengan demikian, membaca tulisan seseorang dapat memberikan wawasan yang lebih dalam tentang kepribadian, nilai, dan cara berpikir yang dimilikinya.

Oh ya, kamu tahu, jika aku menuliskan sesuatu dan mengabadikannya di sini, proses editingnya itu berlaku selamanya. Kenapa? 



Aku sering membaca ulang apa yang aku tuangkan di sini, kemudian merasakan ada kejanggalan diksi, maksud, maupun kekhilafan lainnya. 

Lalu, bagaimana nasib Daun Keberkahan ini? Di dalamnya random sekali. Ya, betul-betul beraneka ragam. Gaya bahasanya pun terkadang berbeda-beda. Dan, apakah tulisan-tulisan ini memiliki aura tertentu? Entahlah, bisa jadi mereka hanya menyesuaikan dengan kondisi ketika aku menuliskannya. 

Awalnya, Blessed Life adalah sebuah keisengan yang terencana. 

Iseng karena sekadar bermain-main, menganggur, tapi di lain sisi pun sudah ada rencana akan memberikan bumbu apa saja di dalamnya. Ya, di masakan Blessed Life ini. 

Lalu, sebenarnya cara berpikir yang seperti apa yang dimiliki oleh penulisnya? Pemikiran yang beragam, yang masih butuh untuk terus diperbaiki, diberikan pembaharuan. Out of the box, karena terkadang kehidupan adalah sesuatu yang di luar dari apa yang direncanakan.

Mungkinkah jutaan kata yang tersimpan di sini dapat mendorong seseorang untuk melihat masalah dari sudut pandang baru dan mempertimbangkan pendekatan yang tidak biasa atau tidak diharapkan? 

Bagaimana dengan gagasan-gagasan atau solusi yang ditawarkan di sini? Hmm, mereka melibatkan metode atau cara berpikir yang tidak lazim atau biasa saja? 

Yah, se-random itu. Terkadang menggunakan analogi yang tidak biasa, menggabungkan disiplin ilmu yang berbeda, atau memecahkan masalah dengan cara yang tidak terduga. Semua memiliki sejarahnya masing-masing. 

Yuk, abadikan sejarah kita, apapun bentuknya, bagaimanapun caranya. Kita wariskan yang baik-baik saja. 


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Malam Minggu

 بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


"Maah... Ba Anis mau pulang...."
"Balek ajaa balekkk," kata Wulan.

Sepulang mengajar sore, aku langsung siap-siap. Ambil charger, sedia payung sebelum hujan (meskipun nggak yakin juga bakalan turun hujan). Bawa air putih juga, barangkali tiba-tiba haus di jalan. Ok, siap. Berangkat.

Keluar gerbang asrama, aku memperhatikan kendaraan yang jalan sebelum menyebrang. Malas aku, kalau memutar jalan lewat jembatan transjakarta, lebih baik nyeberang lewat pintu bawah halte. 

Setelah sampai di halte, beberapa menit kemudian busnya tiba. Alhamdulillah tidak perlu menunggu lama, dapat tempat duduk pula. Nikmat mana lagi yang aku dustakan? Mau membatin "Alhamdulillah, rezeki anak shalehah," eh tapi nggak pede juga. Jarang soalnya, shalehah mode on tapi kerjaannya manjatin pager.

Pukul 18.22 WIB aku tiba di Halte Juanda. "Udah di Juanda," pesanku via chat di grup whatsapp keluarga. 

"Tunggu di Manggarai," balas Idan. 

Tidak lama kemudian kereta datang. Syukurlah dapat tempat duduk. Sepertinya kepalaku migrain lagi. Nggak begitu pusing, tapi cukup membuatku bengong sepanjang perjalanan. Tanpa sadar sudah di Cikini. Aku terperanjat, untung saja belum terlewat. Bisa gawat kalau kebablasan seperti sebelumnya.

"Kak, di sebelah mana? Yang gerbong awalan apa akhiran?" tanyaku via video call.

Aku berjalan seraya menatap layar handphone. "Pojok yang awal," kata Idan. 

Seseorang dengan hoodie hitam melambaikan tangannya, panggilan video kami pun berakhir.

"Assalamualaikum ya akhi...."

Ia meraih tanganku,  "Wa'alaikumussalam." Adik yang baik. Siapa sangka lelaki bongsor ini dulunya adalah adik kecil imut yang menggemaskan.

Aku dan Idan ndopok. Semilir angin bertiup, melambaikan jilbab abu-abu silver yang aku kenakan. Kami berbincang-bincang, aku menunggu kereta tujuan Bekasi sembari selonjoran. 

Ah, malam yang cukup melelahkan, kepalaku masih sedikit pening, tetapi sudah lebih baik dari yang tadi. Karena tidak dapat tempat duduk, kami berdiri sampai stasiun Bekasi. Setibanya di Bekasi, kami berjalan kaki ke tempat parkiran motor. 

"Mba Anis tunggu sini aja," kata Idan, kemudian ia masuk ke tempat parkiran motor di sebelah stasiun. Aku berdiri di luar memperhatikan ibu-ibu penjual masker. Karena tidak sadar akan keberadaan adikku, Idan melambaikan tangannya tepat di hadapan wajahku. 

"Eh, ojeknya udah ready," jawabku seolah tanpa dosa. 

"Huh, dari tadi kek. Ayo naik." Aku membonceng di belakangnya deh. 

Ya, malam minggu di jalanan naik motor dan sepertinya akan turun hujan. 

"Dan, di rumah udah ujan belom, sih? Aku mencondongkan kepalaku dan berbicara di dekat telinganya. 

"Ah, Asri mah kaga ujan."

"Tapi waktu itu di medsos Bekasi sudah turun hujan, kok."

"Iya itu Bekasi, bukan Wisma Asri."

"Lah, kok bisa?"

"Hujannya cuma di Bekasi, tapi pas bagian Wisma Asri air hujannya udah abis." Bisa gitu. Ada-ada saja. 

Tiba-tiba tetesan air langit membasahi telapak tanganku. "Bang, hujan tauk. Nih gerimis tipis-tipis." Suka random memang, kadang dia kupanggil kakak, di lain waktu abang. Sekeluarnya kata yang keluar dari mulutku saja. Iya, begitu. 

"Iya hujan, tapi ini kan Summarecon. Sampe Asri airnya udah abis, dah."

"Bang, ada kaga ye, orang kehujanan di motor pake payung? Abang bawa jas hujan nggak?"

"Ada. Tanggung, udah terobos aja." Ah, aku keluarkan saja payung yang ada di dalam tas. 

"Eh iya, susah kebukanya ya, pakai payung," Karena kecepatan laju motor, anginnya semakin kencang, jadi susah membuka payungnya. 

"Nggak enak tauk, air hujannya ngenain kepala. Jadi bletak-bletak." Tetesan air hujan semakin deras. Aku hanya menutupi kepala dengan payung yang tidak terbuka lebar. Nggak mau mekar payungnya. Suek bener, dah. 

Sesampainya di Duta Harapan air hujannya mulai menghilang. "Kan, ini aja udah di Duta, sampe Asri air hujannya udah abis bakalan." Aku malah ikutan setuju dengan asumsi si Idan. Kok bisa seperti itu? 

Lah, tiba-tiba langitnya nggak terima atau bagaimana, ya. Hujannya semakin deras, mau menunjukkan jati dirinya, kalau dia punya kekuatan dan tidak selemah itu. "Dan, jalannya jangan kenceng-kenceng. Ba Anis mau pake payung nih, kalau kecepetan dia kuncup, susah kebukanya." Alhasil, beneran dong, kita naik motor di bawah payung yang menyangga air hujan. Eh, tapi kok rasanya jadi seneng gitu, ya. Beneran deh, kayak ada sensasi yang membahagiakan, gitu

"Kak, nggak usah dipegangin payungnya. Nyetirnya dua tangan aja."

"Lah, payungnya nutupin mata." Seketika itu kami tertawa. 

Payungnya agak aku naikkan sedikit posisinya dan aku memegangi erat kerangka besinya agar tidak terbang. 

Sesampainya di depan rumah aku cekikikan, "Maah, ini anaknya pulang naik motor pakai payung." Ibuku hanya tersenyum. 

"Assalamualaikum Mamah...," aku meraih tangannya yang agak keriput itu. "Di rumah sebelumnya sudah hujan belum, Mah?" tanyaku. 

"Wa'alaikumussalam. Tadi siang hujan kok, pas Mamah ngaji." Ibuku biasa mengikuti pengajian mingguan di hari Sabtu. "Lumayan deras kok, Mamah lihat dari masjid, hujan."

"Assalamualaikum." Aku masuk ke dalam rumah, di kursi kasir warung aku menyalami tangan ayahku. "Papah... ini anaknya pulang kehujanan naik motor, tapi pakai payung."

"Wa'alaikumussalam. Anis sehat?" Alhamdulillah sudah hilang migrainnya. Ayahku pun sehat. Senangnya keluargaku dikaruniai rezeki kesehatan. 

Niat awal mau beli mie tek-tek, karena hujan,  tidak jadi, deh. "Mah, masih ada nasi, Mah?" Laper euy, tadi sore sebelum perjalanan baru makan roti gulung keju Aoka. 

Nasi masih ada, hanya saja lauknya yang tinggal sedikit. Sayur asemnya tinggal kuah beberapa sendok doang paligan, tuh. 

"Kak, Ba Anis mau goreng nugget, mau juga?" ia yang sedang sibuk membuka bungkus paketan manggut-manggut saja. 

"Mau bikin nasi goreng nih, sekalian nggak?" aku menyodorkan senampan kecil nasi putih yang akan kumasak, "Makannya banyak nggak, mau digoreng semua nih, nasinya?"

"Iya, gak papa." ia sedang memasang keran air di kamar mandi. 

Dengan bumbu seadanya, dan dua buah cabai saja (aku tidak begitu suka pedas) aku buat nasi goreng, dan di kompor satunya aku menggoreng nugget. 

Karena sibuk mengaduk-aduk nasi, aku lupa mengangkat gorengan dari minyak panas. Yah, nuggetnya gosong deh. 

"Kak, nasgornya dah ready, tapi nuggetnya sebagian gosong, nih."

"Nggak apa-apa. Dipotong-potong aja nuggetnya terus campurin ke nasgor, biar nggak keliatan banget gosongnya."

"Mau makan barengan nggak?" tanyaku seraya menyiapkan piring yang agak besar. 

"Iya."

Syukurlah, setelah kehujanan di perjalanan, lalu makan malam bersama, rasanya nikmat sekali. Entah karena memang sedang lapar, atau memang karena keberkahan dari kudapan yang disantap bersama. Yang jelas, setiap harinya pasti akan ada kenikmatan yang Allah berikan kepada setiap hambanya selama ia mensyukurinya. Alhamdulillah 'ala kulli hal

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Perihal Waktu dan Penggulirannya

 


بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Katanya, yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detiknya. 

Kawan, apakah engkau juga merasakan bahwa, banyak yang mengatakan perihal waktu yang akan mengubah segalanya? 

Percayalah, tidak ada yang akan berubah jika hal tersebut tidak berangkat dari dirimu sendiri, engkau sendiri yang tidak mengubahnya. 

Ya, sebagaimana waktu yang tidak bisa senantiasa menyembuhkan, karena rasa sakit atau kepedihan itu terkadang muncul kembali seiring bergulirnya waktu. 

Adakalanya ia harus dipaksa untuk dapat sembuh. 

Maka, lakukanlah hal-hal  baru yang dapat mengalihkan duniamu, bukan berharap kepada sang waktu yang engkau percaya akan dapat menghapuskan jejak-jejak kepiluanmu. 

Kawan, apakah enggkau menyadari bahwa kita sebenarnya sekadar menunggu waktu dan penggulirannya? 

Perihal siapa yang mendapatkan atau merasakan momen kebahagiannya terlebih dahulu, bergulat dengan penderitaannya dan berjuang akan hal itu lebih dulu, dipersatukan dengan pasangan hidupnya, sukses lebih dulu, maupun bertemu dengan Sang Pencipta lebih dulu. 

Memang, tidak perlu membandingkan, tidak perlu resah maupun menjadikannya ajang berbangga. Sebab, semua hanya menunggu waktu habis usianya. Nikmati saja apa yang ada, apa yang dititipkan oleh-Nya kepada kita sekarang.

Maksimalkan apa yang ada dan senantiasa bersyukur atas segala. Sebab, semua yang ada tidak akan lepas dari genggaman-Nya, takdir-Nya yang agung, yang tidak selayaknya kita pertanyakan mengapa dan bagaimana.

Tetaplah semangat, karena setiap rintikan hujan yang jernih dan syahdu, berawal dari mendung yang gelap, legam, dan penuh lara. 

Maka, bersandarlah dan memohonlah kepada Tuhanmu.

Percayalah, semua yang ada sesungguhnya adalah kebaikan, tergantung bagaimana kita mencerna hikmah dan merasakan keberkahannya.

Wallahua'lam


__ Inspired by various sources °•°


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bongkahan Pertahanan

 



Ada kalanya, entah mengapa engkau merasakan sesuatu yang menyesakkan, sangat menyakitkan, namun kau berusaha mengatur raut wajahmu agar tak menampakkan apa yang engkau rasakan, tak memperlihatkan apa yang sedang melanda hatimu. 

Satu saat, kau berhasil menciptakan senyum, yang entah itu telah berhasil menutupi segalanya, atau ada saja yang dapat membaca perasaanmu. 

Dirimu yang perasaannya lebih mendominasi itu sering sekali lebih lihai untuk menutupi tanggapan hatimu. Tetapi, engkau hanyalah makhluk biasa. Bukan berarti kesabaranmu habis, lantas kekuatan kelopak matamu terkikis dan air mata itu pecah begitu saja. Bukan. 

Terkadang, engkau pun tidak tahu, mengapa dirimu merasakan sesuatu yang membuat hati tidak tenang, yang sangat menyesakkan dada, lalu air matamu menetes, mengalir membanjiri pipimu. 

Dalam diam di keheningan malam yang hitam legam itu, engkau menguatkan dirimu. Iya, kau berusaha menenangkan guncangan yang menerpa relung hatimu, bersimpuh dan memohon pertolongan Tuhanmu yang Maha Pengasih itu. 

Bukan berarti cengeng, sama sekali bukan. Justru dengan itu kau sedang mengumpulkan kekuatan. 

Isak tangis yang kau sembunyikan, perenungan yang engkau lakukan, dari situ lah kau mengasah kemampuanmu. Ya, kemampuan untuk bertahan. 

Perasaanmu, entah itu kebahagiaan, kelegaan hati, kesedihan, maupun kegundahan, siapa lagi yang menganugerahkannya kepadamu kalau bukan Tuhanmu? Maka minta lah Ia untuk menguatkanmu, menyembuhkanmu, menjadikanmu hamba yang bersyukur, dan juga menjadikanmu hamba yang Ia ridhai. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Maaf, Hati yang Sakit, dan Harga Diri yang Terluka

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

“Bila masih ada istilah 'Aku menerima dan memberi maaf, tapi tak akan melupakan perbuatanmu,' itu artinya, hati masih terimpit oleh kemarahan. Hati yang semacam itu lama-lama bisa menjadi keras. Lebih keras dari batu yang paling keras. Meminta dan memberi maaf, mestinya meluluhkan semua. Memulai dari yang baru dan tidak lagi mengingat-ingat perbuatan yang pernah menyakiti dan disakiti.” – hal. 79 



Maaf dan harga diri yang terluka. Rasanya, masih belum menemukan ukuran yang sesuai, bagaimana cara menakar kemudian menjadikannya komposisi yang pas untuk dijadikan bahan bakar kapal kehidupan yang masih baru berlayar ini. 

Bukan hal besar memang, meskipun tidak semuanya harus diungkapkan, tetapi sesuatu yang tidak dikomunikasikan dengan jelas, adakalanya membuat sebelah pihak bertanya-tanya. Sebenarnya ada apa, mengapa demikian, apakah itu...? Ya sudah, berpura-pura saja tidak terjadi apa-apa. Tetapi, setiap kepura-puraan tentu memiliki kenyataan. 

Tetapi, bagaimana kalau hal tersebut tidak hanya terjadi sekali atau dua kali, melainkan berkali-kali? Sudah bertanya tetapi tidak ada balasan apapun. Membuat angan-angan terbang tak tentu arah. Apa rasanya tergantung seperti itu? 

Tetapi, jiwa yang sedang tidak baik karena hati yang sempit mungkin (kebanyakan manusia fluktuatif betul kadar keimanannya, kesabarannya) atau barangkali hormon yang sedang tidak stabil karena pengalaman biologis, hal simpel saja bisa menjadi hal yang rumit. Yah, seperti wanita yang sedang kedatangan tamu rutin bulanan, ataupun sedang hamil, pasca melahirkan, saat menyusui, dan lain sebagainya. Laki-laki juga mengalami ketidakstabilan tersebut dengan kondisi yang berbeda. 

Tetapi, terus saja tetapi-tetapi itu beranak pinak.

Segalanya mesti memiliki alasan, entah itu memang alasanya atau sekadar alasan, dan alasan yang masih tersimpan seringkali membuat kita meraba-raba. 

Kira-kira yang seperti itu bisa menjadi pemicu rasa sakit dan luka, kah? Hati yang sakit dan harga diri yang terluka? 

Hei, apakah kau sedang melantur? Mengapa sampai pada pembahasan itu? 

Entahlah, kalau begitu anggap saja tidak apa-apa. Bukan. Bukan mencoba melarikan diri. Tapi setiap pribadi memiliki caranya sendiri untuk melakukan pertahanan. 

Tunggu, ada apa dengan pertahanan diri? 


"Kapal Karam Dilanda Badai" Raden Saleh  (1840)
"Kapal Karam Dilanda Badai" Raden Saleh  (1840)


Nampaknya kapal kehidupan itu sedang dilanda badai, jadi ia sedang melakukan upaya untuk tetap bertahan di lautan yang sedang tidak baik-baik saja. 



Kabarnya, yang harus menjadi kepastian dalam diri kita adalah apapun yang terjadi, termasuk perilaku orang lain yang menyakitkan hati kita, terjadi karena Allah ‘azza wa jalla mengizinkannya. Tidak mungkin suatu peristiwa terjadi kalau Allah tidak mengizinkannya.  Begitu pula dengan tindakan kita yang disadari ataupun tidak telah melukai orang lain. 

Mengapa tidak saling maaf-memaafkan?

Pemaafan, ya, itu adalah langkah untuk menghentikan perasaan jengkel, marah,  ataupun dendam karena merasa tersakiti atau terzalimi. 

Lebih dari itu, kiranya, pemaafan juga proses menghidupkan sikap dan perilaku positif terhadap orang lain yang pernah menyakiti. 

Setiap orang pernah melakukan kekhilafan, apa salahnya untuk memaafkannya, toh kita pun pernah melakukan kesalahan. Bukan kah senang, lega, jika keluputan itu termaafkan? 

Pasti memerlukan proses dan perjuangan untuk memaafkan. Adanya kebaikan bagi diri kita dan orang lain, akan menjadikan memaafkan menjadi sesuatu yang mungkin dilakukan. Tuhan saja memafkan, mengampuni hamba-Nya, mengapa sesama hamba tidak bisa melakukan hal serupa. 

Konon, para ahli psikologi pun memercayai bahwa memaafkan memiliki efek yang sangat positif bagi kesehatan. Pemaafan (forgiveness) merupakan salah satu karakter positif yang membantu individu mencapai tingkatan optimal dalam hal kesehatan fisik, psikologis, dan spiritual.

Mengapa tidak introspeksi? 

Apakah sakit dan luka itu memang berasal dari luar, atau boleh jadi dari dalam diri kita sendiri. 

Ya, yang harus menjadi kepastian dalam diri kita adalah apapun yang terjadi, termasuk  rasa sakit, luka hati, kegundahan, terjadi karena Allah ‘azza wa jalla mengizinkannya. Agaknya, yang membuat gelisah bukanlah masalah yang menguji, tetapi bahasa rindu Allah yang gagal kita pahami. 




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Semua Orang Pernah Alay



Hei gaess, khususnya manusia era 90-an, masih ingat dengan masa-masa alay kalian, kah? (enggak usah ngegas "Enak aje, gue gak pernah kayak begitu!" cuma nostalgia, bagi yang pernah saja, kok)  Zaman di mana ketikan pesan dimodifikasi dengan tampilan huruf yang bisa dibilang susah untuk dibaca bagi sebagian golongan, kombinasi antara huruf besar dan kecil, plus angka-angka yang tersusun semaunya penulis. Yups, "Terserah, ini tulisan gue, gaya gue. Mana gaya loe?" 

Apa sih, sebenarnya 'ALAY' itu? ALAY, singkatan dengan kepanjangan kata-nya berfariasi, ada yang bilang ALAY adalah akronim dari Anak LAYangan, sebutan buat sosok yang ndeso, katrok, dan lain sebagainya, karena yang biasa main layangan ya anak desa (kalau anak kota main layangan, bisa-bisa kesangkut kabel listrik). Konon anak layangan ini, saking seringnya kepanasan, rambutnya jadi merah karena terpapar terik matahari, identik dengan anak muda yang rambutnya dicat merah or warna-warni juga kali, ya. 

Ada juga yang bilang Anak LAYu (lefay, gayanya kayak orang yang gak semangat hidup), Anak keLAYapan, dan lain-lain. 

Nah, kepanjangan yang disepakati para ´pengamat gaul´ kayaknya ALAY lebih condong buat Anak LebaAY. Ya. ALAY, Anak LebAY.

Ih, alay. Lebay. Berati dia masih labil, gak seimbang dan mudah goyah, dong? Gak semua yang ´ngalay´ itu masih labil, bingung dengan jati diri. Memang dalam pembahasan kejiwaan pernah nyinggung soal si Alay yang mana kebanyakan dari mereka tuh, sebenarnya masih pencarian eksistensi diri. Ingin dipandang ada, makanya bikin sesuatu yang beda. Cari perhatian.

Mererka kreatif tapi tidak pada tempatnya atau kreativitas tanpa saluran. Misalnya, "wHeAwHh!! FfUtuNy4 k3wrEnDt a833z dewGh!" Mikir dulu kan bacanya? (mungkin masih ada yang kebingungan, garuk-garuk kepala sambil mikir, bacanya itu: "Wah!! Fotonya keren abis deh!") Begitulah, kalau gak kreatif mana mungkin kepikiran sampai ke situ.

Terpengaruh lingkungan yang kurang baik. Semakin tua dan semakin kumuh itu semakin keren! Pakaian yang gak sewajarnya, celana dipelorotin sampai jauh di bawah pusar, ujungnya kedodoran. Bajunya seringkali kekecilan atau ngepres badan. 

Lemahnya pendidikan di keluarga dan sekolah yang mengakibatkan mereka akan mudah sekali hidup di bawah bayang-bayang orang lain. Gak punya prinsip.

Stereotip atau cap, di mana orang-orang sekitarnya mengatakan "Dasar, Raja/ Ratu Alay!" Nah, kalau gitu mereka akan semakin beranggapan "Masa sih, gue alay? Yang bener? Tingkatin taraf ke-alay-an gue sampe ke stadium lanjut, ah! Hidup alay!!" Alhasil, jadi alay beneran atau malah tambah parah.

Sebagian ´alayers´ mungkin memang belum menemukan jati diri, tapi sebagian lain dari mereka yang lebay itu cuma buat bercanda, kok. Sekadar hiburan saja, biar merasa lebih dekat dengan sahabat-sahabat tercinta. Toh kalau sudah merasa dekat, mereka akan normal kembali, tapi mungkin suatu saat lebay-nya kumat (hanya sebagai percikan sense of humor, biar gak garing katanya).

Atau mereka yang lebay bisa jadi sedang menutupi kesedihannya. Gak mau ketahuan orang, makanya mereka menampakkan seolah-olah dalam kondisi baik dan bahagia. Kalau gak salah yang seperti ini, anak psikologi biasa menyebutnya dengan Eccedentesiast (semacam orang yang hides a pain behind smile and happiness, ada sesuatu gitu, Gaes). Eccedentesiast untuk sesaat kali yah? Mungkin, but so far I haven't any clue.

Biar lebih oke dan meyakinkan (padahal jadi kayak orang yang salah mium obat), mereka sengaja bikin gaya baru yang dibuat-buat (haRe janG cEwraGh.. fok0gnYea hEpie bwanGjeTz baJay eWgh. Ouh 9oD. TengKyUu 4 epEritHin9g,, 8) …), sekaligus upaya untuk menghibur diri sendiri. Cara yang satu ini kemungkinan dapat berhasil. Hati yang sedih atau sakit bisa terobati dengan memancing kebahagiaan, karena kebahagiaan itu ada di dalam hati dan pikiran kita, pikir mereka. Sebabnya beda-beda juga sih, gak bisa dipastiin.

Yups! Mendadak alay faktornya jelas bermacam-macam. Gak bisa asal ambil kesimpulan, karena kita belum tahu persis apa yang sebetulnya terjadi dengan si Alay ini. Jadi ya… tergantung, deh. Tapi tetep, terlalu sering berlebih-lebihan pastinya kan gak bagus. Nah, siapa yang pernah nulis pesan, status, bicara dengan nada 'rame gonjreng', or whatever dengan gaya seperti itu? Coba cek di medsos, kalau iya, kayaknya bakal senyam-senyum sendiri, nih. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pijar Psikologi

Teruntuk kita yang (mungkin) sedang bersandiwara menutupi perasaan rindu. Ingin menyayangi sekali lagi namun (seolah) tak bisa.

Teruntuk kita yang takut mencintai lagi, karena merasa gagal menjadikan ia seseorang yang senantiasa menemani hingga akhir hidup kita. Rasa takut ketika akan memulai kembali mencintai sebenarnya berasal dari rasa takut dalam diri yang belum sepenuhnya sembuh.
Namun, sampai kapankah kita terus-menerus takut mencintai?

"Sampai Kapan Kita Takut Mencintai?"

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Cerita Kehidupan

Kau benar, yang seperti itu hanya ada di dalam cerita. Tidak ada di kehidupan nyata. Kalau memang ada, kemungkinannya sedikit sekali.

Sepoi lembut angin perjalanan menyapa lembut, terkadang pula dapat mengamuk. Kemungkinan-kemungkinan dalam cerita akan nampak ataupun menjadi kenyataan, hanya kita yang tahu setelah kejadian menjadi saksi.

Menginginkan seperti di dalam cerita, banyak yang menghendaki, mengharapkan, kalau menurut mereka indah, mengagumkan, mengharukan, dan segala yang menghadirkan ketertarikan hati.
Dia punya cerita, kaupun sama. Cerita punya ceritanya. Aku, ceritaku adalah kehidupanku, dan bersyukur adalah alur terindahnya.

~ Inspiring Tere ~
°• About You •°

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Warna Kecerdasan dan Talenta

•○•بسم الله الر حمن الر حيم ____*•.¸•**•.¸•**•… (•ˆ⌣ˆ•)

 Assalamu’alaikum ihwah,  semua yang berkenan baca this one.

Yups, insyallah dalam ulasan kali ini, kita akan terusuri seputar warna kecerdasan dan talenta kita. Tapi, sebentar, memang kecerdasan punya warna? Terus warnanya apa, dong? Merah? Kuning? Hijau? Di langit yang biru? Hmm… jadi ngelantur ke nyanyian ‘Pelangi-pelangi’ nih.

Oke. Begini sodara-sodara. Seberarnya, semua manusia itu punya kecenderungan masing-masing. Setiap manusia memiliki potensi kecerdasan yang unik, beraneka warna, yang pastinya berbeda satu sama lain. Misalnya si A ahli dalam ilmu syari’ah dan matematika, belum tentu dengan si B. Bisa jadi si B lemah atau tidak terlalu menguasai bidang itu, tapi coba kita lihat dia di bidang yang lain. Widieh… ternyata si B jago soal urusan informatika dan seni rupa. 

Kecerdasan itu bukan keseragaman. Kan manusia diciptakan berbeda untuk saling melengkapi.

Well, kita ngintip tipe-tipe kecerdasan yang beraneka warna itu yuks! (~^.^~)

v  Word smart_kecerdasan mengolah kata.
v  Picture smart_kecerdasan dalam mempersepsi apa yang dilihat.
v  Music smart_kecerdasan dan kepekaan dalam hal musik.
v  Logic smart_kecerdasan dalam sains dan matematika.
v  Nature smart_kecerdasan dan kepekaan dalam mengamati alam.
v  People smart (interpersonal smart)_kecerdasan dalam memahami pikiran dan perasaan orang lain.
v  Self smart_kecerdasan mengenali emosi diri sendiri.
v  Body smart_kecerdasan dalam keterampilan olah tubuh dan gerak.

Dan paling nggak manusia punya satu atau dua bahkan lebih. Kalau ada yang ngeborong semuanya… wah, subhanallah banget. Mantap!
Kecenderungan-kecenderungan itulah yang biasa kita sebut dengan bakat atau talenta. Untung bukan talenan. Ehhe… emang mau masak?

Ada ungkapan "Tanpa bakat pun, kalau kitabekerja keras, pasti kita akan sukses." Emm… tapi kalau dipikir ulang, pastinya setiap manusia punya bakat dong, walaupun hanya sebatas memasukkan benang ke lubang jarum.

Sekadar ngaku berbakat tapi gak pernah diasah (dengan proses panjang dan kerja keras tentunya), kok ingin jadi bintang besar. Mimpi. Sebaliknya, banyak pelukis, designer, penulis, olahragawan dan sebagainya yang mereka pada awalnya ragu dengan kemampuan diri sendiri, galau abis, deh, “Aku itu sebenarnya pandai dalam bidang apa, sih? Keahlianku apa? Adakah bakat terpendam dalam diriku? Adakah?” bilang gak punya talenta, tapi finally mereka bisa mengibarkan karya yang ternyata "wow" banget.

Orang yang bekerja keras atas bakat yang dimilikinya, rela jatuh bangun berkali-kali, insyallah dia akan berkembang dengan lebih cemerlang. Sosok seperti inilah yang insyallah akan sukses meniti kehidupannya. Bukan untuk dirinya sendiri, bahkan untuk masyarakat luas. Kereeen.

Cukup segini dulu nih, sobat. Kurang lebihnya mohon maaf. Terima kasih banyak dan sampai jumpa di pertemuan berikutnya. Insyallah.
Akhirul kalam… Wassalamu’alaikum.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

About Psychology

Bismillahirrahmaanirrahiim
*      Orang yang melihat kebawah kanan cenderung sedang memiliki percakapan internal di dalam kepalanya. #Psikologi

*      Ketika Anda melihat orang berkeringat di ketiak atau pangkal paha saja, tandanya ia sedang stres. [DailyNews] #Psikologi

*      Gangguan depersonalisasi adalah perasaan asing atau tidak nyata terhadap diri sendiri yang parah dan mengganggu. #Psikologi

*      Menurut penelitian, menguasai banyak bahasa bisa melindungi otak dari efek penuaan. #Psikologi

*      "Dysania" adalah keadaan di mana seseorang sulit meninggalkan tempat tidurnya saat pagi hari. #PIDinfo

*      Gangguan depersonalisasi adalah perasaan asing atau tidak nyata terhadap diri sendiri yang parah dan mengganggu. #Psikologi

*      Kebanyakan pria suka menutupi jika tertarik dengan seseorang, sementara wanita suka bercerita dengan teman dekatnya. #PID

*      Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yg terhenti / tidak lengkap, terutama ditandai oleh terjadinya rendahnya keterampilan.
*      Konsep diri adalah cara individu memandung dirinya secara utuh : fisikal, intelektual, sosial, dan spiritual. #Psikologi

*      Tidur kurang dari 6 jam di malam hari membuat kita kurang berpikir jernih esok harinya. #PIDinfo

*      Motivasi intrinsik berasal dari dalam individu,merupakan dorongan bagi individu untuk menjadi produktif. #PID

*      Waktu yang dibutuhkan pria untuk jatuh cinta pada pandangan pertama adalah kurang dari 15 detik. #PIDinfo

*      70 persen orang menderita Allodoxaphobia, yaitu takut akan pendapat orang lain. #Psikologi

*      Saat Anda berkata jujur, hanya ada 4 bagian otak yang bekerja. Sedangkan saat Anda berbohong, ada 9 bagian otak yang bekerja. #Psikologi

*      Terkadang orang suka berpura-pura bahagia, krn senyum palsu lebih mudah dilakukan daripada menjelaskan kenapa mereka sedih atau marah #PID

*      Orang yang menggigit-gigit kuku cenderung sedang dalam posisi gugup dan ragu memikirkan sesuatu #PID

*      Otak kiri manusia mengontrol kemampuan berbicara, seperti otak kiri burung mengontrol kemampuannya bernyanyi #PID

*      Semakin dingin ruangan tempat kamu tidur, biasanya semakin besar kemungkinan kamu mendapatkan mimpi buruk. #Psikologi

*      Awareness aspect yaitu kesadaran kapan seseorang menyadari telah terjadi konflik #Psikologi

*      Anak yang suka mendengar ancaman atau teriakan dari orang tuanya memiliki risiko lebih besar depresi #PID

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS