Diberdayakan oleh Blogger.
Seal - Gaia Online
RSS
Container Icon

Anti Tikus, Anti Banget

Well, ini bukan sekadar iseng, melainkan berbagi kesenangan belaka. 

Alkisah, hiduplah manusia-manusia yang terganggu oleh tikus yang merajalela. 

Jadi begini pemirsa, berhubung gue tinggal di asrama, dan liburan pun telah tiba, otomatis kita-kita (manusia) pada mudik ke desa dan kotanya masing-masing. Lalu, asrama kosong melompong begitu saja? Tidak. Waktunya para tikus unjuk gigi dan berpesta, plus buang hajat mereka dengan jahatnya (seenaknya udel, dan di mana saja, semaunya, sekeluarnya).

Fix, liburan dimulai pada tanggal 22 Desember, otomatis gue pulang ke kota gue, di Bekasi (asrama gue di Jakarta, Kebon Jeruk, tepatnya). Rencananya balik ke asrama lagi tanggal 23, (cepat amat?) orang pulang buat pembekalan doang (bekal jajan dan sebagainya). Tanggal 24 mau ziarah ke Banten lalu refreshing ke pantai, tanggal 25 langsung berlayar ke Lampung (asyik bener dah, trepeling). Semuanya baru rencana, entah bagaimana nantinya, semuanya kehendak Allah. 

"Mah, kok pas Mba Anis goreng nasi kayak ada yg lompat ya, hitam dan kecil," tanya gue ke nyokap

"Jangan-jangan tikus kecil kali, di bawah wastafel, ya?"

"Eh, iya bener, di sekitaran situ, tadi."

"Padahal sudah mamah taruh mengkudu di bawah wastafel," eh, mengapa gerangan si mengkudu diletakan di situ?

"Kok dikasih mengkudu, Mah?"

"Iya, dikasih Mpok Titi biar tikusnya kabur. Bau mengkudu kan nggak enak." Dari situ gue punya ide. 

"Mamah, Mba Anis juga mau dong mengkudunya, buat ngusir tikus."

"Ya udah ambil aja. Emang di asrama ada tikus?"

Yak elah, nyokap gue tahu aja, "Banyak malah Mah, apalagi kalau wayah liburan."

Malam pun berganti pagi, dan Mpok Titi pun belanja lagi di toko nyokap gue lagi
"Nis, nih lihat mengkudunya, dicium dulu," nyokap seraya menyodorkan buah berkhasiat itu ke, gue. "Mau dicariin lagi sama Mpok Titi, tuh." 

"Kok udah matang, mengkudunya? Memang manjur?"

"Yang masih muda malah, nggak bau. Nih, coba cium dulu, yang ini."

Dengan berpose manis, gue mengendus aroma mengkudu yang pahit.


"Alah, mak. Baunya nggak banget, Mah," aroma yang sekali endus, serasa mau mampus.

Beberapa menit kemudian, sekantung keresek hitam kecil mengkudu pun tiba.

"Nih, dari Mpok Titi."

"Ini yang muda, Mah?" gue endus, tapi nggak bikin mampus yang ini, mah. Nggak berbau.

"Udah bawa aja, nanti juga matang."

"Ya udah. Makasih ya, Mah. Nanti Mba Anis taruh di depan pintu deket balkon kamar asrama. Ew, semoga manjur.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar