Ini hanya sebuah perjalanan. Setiap orang pasti punya arah masing-masing, walaupun tak semua sudah mendapatkan tujuannya. Banyak yang hanya berputar atau tak tentu arah.
Bermula dari rencana ayah yang ingin anak sulungnya bersekolah di sarang lama yang kini mengganti merek sampulnya. IKIP Jakarta-UNJ.
Entah apa yang terlintas dan mengapa seperti itu? Entahlah. Sudah lama berlalu. Biarkan saja.
Ujung-ujungnya memutuskan bersarang di "Penjara Suci". Istilah yang cukup..., ah, tak mau meneruskannya.
Mengapa di Ibukota? Tidak apa-apa. Hanya..., takdir mungkin. Jawaban singkat diiringi senyum simpul. Simpel saja.
Ujung-ujungnya memutuskan bersarang di "Penjara Suci". Istilah yang cukup..., ah, tak mau meneruskannya.
Mengapa di Ibukota? Tidak apa-apa. Hanya..., takdir mungkin. Jawaban singkat diiringi senyum simpul. Simpel saja.
Memang bukan daerah baru, karena beberapa tahun silam pernah singgah di surga itu. Hanya melanjutkan? Tidak juga. Lama pergi dari sana, jadi agak sedikit canggung.
Well. All is well. Just trust. It must. Yeah.
Well. All is well. Just trust. It must. Yeah.
Awalnya masih menengadakhan tangan. Masih merangkak. Apa boleh buat. Lama kelamaan mulai bangkit. Kayuh saja sepedanya menuju gerbang di depan sana. Sesekali coba gaya lepas tangan. Terkadang terlintas, "Mengapa cukup berat juga, ya?"
Ah, masih banyak yang posisinya di bawah sana, bahkan mungkin tak dapat melihat mereka. Saking dalamnya.
Ah, masih banyak yang posisinya di bawah sana, bahkan mungkin tak dapat melihat mereka. Saking dalamnya.
Bermodal beasiswa? Emm, suatu kebanggaan tersendiri bukan? Walaupun bukan full beasiswa. Semuanya patut disyukuri. Ahamdulillah.
Hidup harus secukupnya. Why? Masih banyak kebutuhan lain. Semuanya butuh perhitungan. Meski tak dapat dipungkiri terkadang hampir saja tak mencukupi.
Selama bisa sendiri, mengapa harus menengadah lagi? Tidak. Lakon biasa itu mencoba menanggungnya sendiri. Belum bisa memberi, setidaknya tidak menggantungkan diri.
Sekarang sudah dapat berdiri sendiri dan berjalan kesana-kemari? Begitulah, setidaknya tidak merangkak lagi meski belum dapat berlari.
Sebentar, dapat darimana?
Apa?
Sisa untuk mencukupi yang tak sempurna itu.
Oh. Tak sempurna. Sang lakon biasa tersenyum lagi. Bukan full, ya?
Memang tak sampai akhir pula. Hanya hingga tangga ke tiga. Bisa dibilang butuh satu tangga lagi untuk mencapai finish.
Lalu bagaimana?
Tenang saja, toh, kalau memang rejeki, pasti dipertemukan. Hanya bermodal diam saja? Tentu tidak. Ada usaha, ada hasil.
Hidup harus secukupnya. Why? Masih banyak kebutuhan lain. Semuanya butuh perhitungan. Meski tak dapat dipungkiri terkadang hampir saja tak mencukupi.
Selama bisa sendiri, mengapa harus menengadah lagi? Tidak. Lakon biasa itu mencoba menanggungnya sendiri. Belum bisa memberi, setidaknya tidak menggantungkan diri.
Sekarang sudah dapat berdiri sendiri dan berjalan kesana-kemari? Begitulah, setidaknya tidak merangkak lagi meski belum dapat berlari.
Sebentar, dapat darimana?
Apa?
Sisa untuk mencukupi yang tak sempurna itu.
Oh. Tak sempurna. Sang lakon biasa tersenyum lagi. Bukan full, ya?
Memang tak sampai akhir pula. Hanya hingga tangga ke tiga. Bisa dibilang butuh satu tangga lagi untuk mencapai finish.
Lalu bagaimana?
Tenang saja, toh, kalau memang rejeki, pasti dipertemukan. Hanya bermodal diam saja? Tentu tidak. Ada usaha, ada hasil.
---Bersambung ヾ(^-^)ノ•°`………`•°
0 komentar:
Posting Komentar