Bismillahirrahmaanirrahiim
Sejatinya, kehidupan itu sederhana, lalu, bagaimana jikalau ternyata apa yang direncanakan tidak benar-benar terjadi?
Yang aku tahu, yang aku pelajari, di mana ada rencana, di sana seharusnya ada usaha. Entah lahir ataupun batin. Apa yang telah diupayakan pun harus diiringi dengan keyakinan.
Hei, mengapa seperti itu?
Begini, di dalam rencana itu ada proses dari sebuah usaha, yang dibumbui keyakinan. Aku belum tahu apakah ini bisa disamakan dengan rencana menciptakan makanan yang lezat atau tidak. Di mana di dalamnya mesti ada proses menentukan menu, memilih bahan-bahan, kemudian memasaknya dengan dasar kita telah mempelajari caranya, bukan secara tiba-tiba kita dapat memasak begitu saja. Bagaimana, apakah kau setuju jika hal tersebut dinamakan dengan usaha?
Kemudian, keyakinan menjadikan bahan baku yang kita olah menjadi sesuatu yang dapat disantap itu perlu. Bagaimana bisa jika seseorang yang tidak berkeyakinan untuk melakukan sesuatu dapat melangkah maju? Yah, mungkin saja ia hanya diam terpaku dengan kegundahannya.
Bagaimana, dari rencana itu terdapat proses usaha yang cukup panjang dan kadarnya pun berbeda-beda, bukan?
Nah, keyakinan yang kita anut di sini adalah keyakinan makhluk kepada Tuhannya, bahwa Allah senantiasa memberikan jalan kepada setiap hamba-Nya.
Rencana sudah ada? Iya, sudah. Usaha telah diupayakan? Iya, sudah juga. Yakin bahwa Allah akan memberikan yang terbaik kepada setiap hambanya? Iya, yakin.
Kalau itu semua sudah dilalui, kita yang notabene sebagai makhluk sayogyanya berpasrah dan melihat bagaimana keputusan Allah nantinya. Allah Maha Tahu, apa yang hamba-Nya rencanakan ataupun inginkan itu sesuai dengan yang dibutuhkannya atau tidak, baik untuknya atau tidak. Ya, seperti itu.
Hmm. Dalam hal masak-memasak tadi, si A berhasil. Alhamdulillah. Berarti itu jalannya dan karena memang dia benar ditakdirkan memiliki kemampuan memasak yang baik.
Adapun si B, ia belum berhasil dan terus gagal meski telah mencobanya berkali-kali. Dalam kegagalan tersebut, pasti banyak hikmah yang dapat digali dan dipelajari. Itu semua karena Allah memeiliki rencana yang lebih baik lagi untuk si B. Mungkin saja, kelak karena sering berkutat dengan bahan pangan yang ia gunakan untuk memasak, si B malah memiliki passion untuk membudidayakan salah satu atau beberapa bahan pangan tersebut dan siapa tahu kalau ia berhasil dalam bidang itu.
"Bagaimana jikalau ternyata apa yang direncanakan tidak benar-benar terjadi?" Rencana awal memang membuat makanan yang lezat, karena belum berhasil juga, si B malah beralih ke pembudidayaan bahan pangannya. B belum bisa menyajikan makanan yang lezat, tetapi ia dapat menyediakan pasokan bahan pangannya, dan pasti dengan itu, ada saja orang yang dapat menggunakannya untuk membuat santapan lezat tersebut. Jadi, rencana yang ada sudah terealisasi, tetapi tidak sempurna, bukan tidak terjadi sama sekali, bisa saja seperti itu. Percaya atau tidak?
Aku pernah dengar, kepercayaan itu sama seperti debu, sebelum debu itu menumpuk, ia bukanlah apa-apa. Jadi, percaya atau tidak? ٩(^ᴗ^)۶
Wallahua'lam.
0 komentar:
Posting Komentar