بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Jadi, sore tadi rencananya mau main ke rumah Mbah Uti (ibu sambung my mom), eh budhe ngajak ziarah ke makam Mbah Uti dan Mbah Kakung (dari pihak ayah). Ya sudah, aku ikut saja.
Di pemakaman, hampir semuanya saudara, ada kaka sepupu, mbah uti, mbah kakung, mbah kakung 2 (ayah sambungnya ayahku), dll. Semuanya keluarga pihak ayah.
Oh iya, posisiku ada di desa Gumalar, kec. Adiwerna, Tegal, tanah kelahiran ayah. Eh, tanah kelahiranku juga, deng. Yaa, namanya juga sulung, daripada bingung-bingung, dilahirin aja di kampung (padahal ibuku selama mengandungku tuh di Jakarta tauk, pas ngidam juga hamberger). Ahhahahaha.
Setelah ziarah makam, aku diajak mampir ke rumah saudara, lalu ngobrol, setelah itu mampir lagi ke rumah bibi. Aku panggilnya lilik, sih. Iya lilik, aka. bulik, alias ibu cilik.
Nah, di sana juga ngobrol. "Ayo sini, moci dulu." Awalnya aku bingung. Moci makanan kenyal? Tapi yang disuguhkan itu teh. Apa semacam teh Poci khas Slawi kali, ya.
"Lik, moci itu merek teh, ya?" tanyaku tanpa dosa. Ya Allah, pertanyaan yang memalukan sih. Kayak bocah SD dehh.
"Bukan, Nis. Ini namanya Tradisi Moci. Kalau orang Tegal ya begini, kumpul-kumpul bareng sambil minum teh, itu namanya moci. Biasanya tuh, 'Ayo-ayo kita moci,' 'Moci-moci ndisit, ooh', gitu Nis." Owalah, sejenis tea time gitu aku membatin.
"Lah, moci nganggone kayak kiye" (Masa moci, pakainya beginian) saudaraku menunjuk-nunjuk ke poci berbahan kuningan itu.
"Ya ora papa. Anane kiye. Poci sing kae neng Jakarta." (Ya gak apa-apa. Adanya yang ini. Poci yang itu adanya di -rumah- yang di Jakarta)
Aku senyam-senyum saja. Senang dan juga merasa lucu. Gimana ya, lucu gemas gitu, mendengarkan para sesepuh berbincang.
Moci biasanya menggunakan poci berbahan tanah liat, kata mbah google. Dan juga, katanya nilai nilai yang tersirat dalam tradisi moci ya silaturahmi, musyawarah (berembuk bareng), gotong royong, kebersamaan, persaudaraan, kontrol sosial, dan keterbukaan berpendapat filosofi dari perangkat dan proses moci menciptakan keseimbangan hidup dan keadilan dari melalui kerja keras dan tempaan waktu dalam menapaki kehidupan harus saling berbagi, memberi pada pihak yang lebih kecil dan merata atau adil dan bersikap pada siapapun yang ada di bawahnya.
Oh iya, tradisi moci di Tegal sampai sekarang masih sangat melekat dan eksis, loh. Kebiasaan minum teh atau moci ini sudah menjadi budaya lokal bagi masyarakat Tegal. Percaya nggak, bertahannya tradisi moci merupakan bentuk simbiosis mutualisme yang terjalin antara pabrik teh, pabrik gula, perajin gerabah poci, masyarakat pencinta teh baik kalangan pemerintahan setempat, budayawan, sastrawan, seniman, buruh, buruh seni, kuliner, serta warung warung makan?
#tegal
#moci
#teatime
#tea
#family
0 komentar:
Posting Komentar