Diberdayakan oleh Blogger.
Seal - Gaia Online
RSS
Container Icon

Di Bawah Langit Senja

Katanya, memancing dapat melatih kesabaran. 

Saat memancing, setiap orang pasti punya tujuan tersendiri. Entah benar-benar menginginkan hasil tangkapan, baik itu keinginan yang menjadi obsesi atau sebuah harapan. Bila mendapatkan ia bersyukur, jika belum dapat pun ia bersabar dan tetap berjuang untuk mendapatkannya, atau berhenti karena putus asa.

Bagaimana dengan pemancing yang ingin memancing saja? Mungkin sekadar mengisi waktu luang kah, mencari sensasi, hanya ingin bercengkrama dengan sang angin dan alam, namun tak mau membiarkan tangannya kosong, jadi ia menggunakan alasan memancing sebagai tameng. Atau mungkin ia tak sengaja melempar kail lalu terbawa suasana dan menemukan pelajaran berharga dari kegiatan memancing tersebut. 

"Sebenarnya, memancing yang mana yang kau maksud?" bisik seorang pria bertopi. 

"Kau ingin tahu jawabanku?" Angin berembus sepoi sore itu, ia menjawab pertanyaan yang diajukan sang pria, "Ya, bisa jadi keduanya."  

Bila kail pancing itu berhasil membawa pulang seekor ikan/hasil tangkapan lain, seseorang tak mesti mendapatkan hasil dengan ukuran yang sama. 

Lalu, setelah mendapatkan hasil tangkapan tersebut, sang pemancing dapat melepaskannya kembali (hanya membuktikan bahwa ia berhasil menangkap buruan lalu mengembalikannya ke air), menyimpannya sebagai hiasan, menjadikannya teman, memelihara dan merawatnya sebaik mungkin, memasaknya sebagai santapan pribadi atau dipersembahkan untuk orang lain. Atau ada tujuan yang lain, kah? Segala sesuatunya mungkin saja terjadi, selama Sang Penguasa Jagat Raya menghendaki. 

Langit di atas sana menorehkan cahaya jingga. Senja di tanah surga, danau Delima yang sarat akan cerita.

"Hei pria bertopi, apa yang sudah kau dapatkan?"

"Aku telah mendapatkan beberapa ekor ikan dan sekarang aku tak tahu apa yang kupancing. Ini begitu ringan." Ia menariknya perlahan. 

Seseorang di sampingnya menoleh ke arahnya, "Maaf," suaranya hampir tak terdengar, "Sepertinya kail pancing kita tersangkut." rambut panjangnya tertiup angin. 

"Oh, maaf." Pandangannya tertuju ke segerombol ikan di air, "Akan saya lepaskan, Nona." ia membungkukkan badannya. 

Warna rambutnya yang merah kecoklatan itu nampak indah saat tertiup angin. Sang nona menyeka rambutnya ke belakang telinga. Wajahnya oval. Ia mengangguk pelan. 

"Maaf, sedari tadi saya tak sengaja memperhatikan kalau di sekitar tali pancing Nona banyak ikan yang bergerombol seolah memandangi saja, tapi tidak ada yang mendekat," ia menyerahkan kail yang tersangkut tadi. 

Sang nona menerima dengan telapak tangannya. Jari-jarinya lentik. Warna kulitnya nampak pucat. "Mungkin karena saya telah berdoa," ia mengangkat kepalanya dan memandang pria di hadapannya tanpa ekspresi. Seolah ada sihir yang berembus, seketika udara menjadi lebih sejuk dan suasana berubah sunyi. 

Pria di hadapannya membenarkan posisi topi yang ia kenakan, "Berdoa?"

"Iya, Tuan. Saya berdoa kepada Tuhan. Semoga Ia melindungi alat pancing ini dari energi negatif, sehingga yang dapat menyentuhnya hanyalah benda dengan aura positif."

Si pria menyentuh kail pancingnya, "Lalu, ini?" ia memiringkan kepalanya, menatap sosok di hadapannya. 

Nona itu mengedipkan mata dan mengangguk pelan. Tanpa sadar pria itu memberikan kail pancingnya kepada sang nona, ia menerimanya. Seketika kulitnya yang pucat menjadi berseri dan bola matanya berubah warna amber, berkilau keemasan. Ia tersenyum manis, pipinya merona. 


.

.

.

.

.

.

.



Sesaat kemudian, kulitnya kembali memucat, sorot matanya meredup, kemudian ia menghilang perlahan, layaknya butiran-butiran pasir yang terbang terbawa angin. Ya, angin. Angin ingin melindunginya, karena itu ia membawanya pergi dan mengembuskannya kembali, entah di bumi bagian mana. 


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

Koko Isa Saburai mengatakan...

Mantap, teruskan dan semangat berkarya, Miss. Hehehe

Naera mengatakan...

Begitu pula dengan Isa. Semoga senantiasa menebarkan karya² yg penuh berkah

Posting Komentar