Sampai kapan kemampuan itu tersembunyi?
Yang mana?
Garang aku menyentaknya,
mata kiriku berair
Napas mulai tak karuan
Berusaha memadapkan percikan api
Kakiku mundur perlahan
Tersenyum sinis
Lalu tatapanya melembut
Tenanglah
Ini hanya sesuatu yang sepele
Sepasang bola mata terus memandang tanpa berkedip
Mengatakan sepele seenaknya, batinku
Kau memiliki mata kail istimewa
Belum melemparkannya ke air,
ikan-ikan pun sudah mendekatimu
Kau dan mata kail adalah satu
Aura kalian membawa aroma surga
Ikan mana yang tak mau melewatkannya
Menunduk
Kau berlebihan, intonasiku layu
Tanpa suara jiwaku mengamini
Masih terbayang kah trauma konyolmu?
Apa yang kau pikirkan sekarang?
Aku hanya sedikit takut,
mungkin akan terus bertambah
Berbagai model topeng kugunakan untuk menutupinya
Mereka bergerak sendiri tanpa ada komando
Melayang begitu saja
Takut akan ikan-ikan itu?
Tapi kau menginginkannya
Hanya memperhatikannya dari kejauhan
Berapa lama lagi kau mengendap-endap seperti ini?
Kau menyuruhku,
padahal tahu aku tak bisa
Dulu memang aku menyantapnya
Karena ibu yang menyuapi
Sekarang aku makan makananku sendiri
Aku tahu rasanya seperti apa
Tapi lidah tak menerimanya lagi
Alasan yang entah tak kuketahui
Sejak kapan seperti itu, aku pun tak ingat
Tak bisa namun kau menginginkannya bukan?
Iri karena yang lain dapat menikmatinya dengan bebas
Tersurat dan tersirat melebur
Cerita kita terbelah, sekarang
Kalau begitu, nikmatilah kue kedelai kesukaanmu
Di luar negeri sana mungkin akan sulit mendapatkannya
0 komentar:
Posting Komentar