Lebaran, saatnya pada sowan, saatnya berkumpul bersama. Punya kampung di Tegal, tapi selalu lebaran di Bekasi. Dari yang ada di Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi juga, kumpulnya ya di Bekasi, kandang gue. Kan, pada sowan (>^ω^<).
Dawuh Bu Nyai Nur Djazilah, akhir Ramadhan biasanya pada belanja, ibu-ibu pun sibuk mempersiapkan sesajen (haha, bukan deng, beliau gak bilang gitu).
Aih, intinya akhir Ramadhan yang sebaiknya bersemangat ria itikaf atau ibadah lainnya, tapi para kaum hawa khususnya malah sibuk bersemangat ria di dapur or another market. So, intinya apa, gimana?
Kalau berbelanja, seperlunya saja, gak sampai lebay mode on juga ya, pemirsa. Berbelanja untuk mempersiapkan penyambutan tamu lebaran. Belanja baju baru? Bukan hal wajib, kan? Gak mesti baru, yang penting bersih dan layak. 。^‿^。
Menjelang Idul Fitri beliau pun bersibuk ria mempersiapkan suguhan untuk para tamu. Niatkan beribadah. Senang kan, kalau mampir ke rumah orang, and empunya rumah menyambutnya dengan baik?
Bu Nyai dawuh, datangnya tamu itu membawa kebaikan dan pulangnya mereka, membuang keburukan si penyambut dan empunya rumah. Wah..., enak kan, keburukannya dibawa lalu dibuang ke jalan? Semakin banyak tamu, semakin banyak keburukan yang dibuang. Kurang lebih seperti itu. Hiks, lupa-lupa ingat juga sih, kelengkapan pesan Bu Nyai, tapi begitu kok percikannya. Astaghfirullah maafkan atas segala yang terlupa Bu Nyai. Sepertinya gue sudah mulai pikun (wkwk).
Ahad, 25 Juni 2016, menunggu para manusia yang pada mau sowan. Yang dari Tangerang sudah hadir dari kemarin. Menunggu cukup membosankan kalau terlalu lama.
Finally, datang lah penghuni Depok, disusul ahlu Bekasi, dan yang terakhir Jakarta. Sumpeh, kandang gue ramai meriah. Berkahnya kumpul bareng memang tiada tara, apalagi bermain bersama bocah-bocah cilik, senang..., senang..., senang... (bacanya pakai nada dan gelengan kepala ya, haha persis anak TK).
Berhubung gue anak yang paling tua, diberi lah tanggung jawab memanage dapur, dibantu dua adik gue yang mulai tumbuh dewasa (ciye... yang naik semester lima dan lanjut tingkat tiga MA).
Santapan hari lebaran tidak jauh dari lontong sayur, opor ayam, rendang, dan menu hari Raya lainnya. Siang ini, nyokap sengaja siapin sayur asem, tempe, tahu, dan ayam goreng. Sebenarnya tiap lebaran kalau pada kumpul memang menu makan siangnya begitu, katanya biar seger, dan pada suka.
Sayuran sudah dicuci bersih, didihkan air, lalu masak rombongan sayur bersih ke wajan, masukkan bumbu, matang. Haha, singkatnya gitu saja. Saatnya goreng-goreng. Adik pertama gue, bagian goreng ayam. Gile, goreng ayam saja kudu pakai tameng. Tameng apa hayo?
Tameng tutup panci, perang melawan cipratan minyak panas dari teplon, bersenjatakan spatula, buat ngebolak-balikin ayam goreng pastinya. Gue, ngapain? Goreng tempe-tahu di kompor sebelah. Sederhana, sekalian ngaduk tepung tempe dan tahu, goreng mereka ke wajan, langsung saja pakai garpu. Abaikan spatula. Say no to spatula, say yes to fork! ヽ(´▽`)/
Sajian siap, saatnya makan besar. Masaknya lama, eh, makannya cuma sekejap. Aih, sungguh terlalu.
Kan, kan, kan, habis makan terbitlah kenyang. Habis makan, terbitlah cucian kotor. Dengan suka rela, adik kedua gue mau cuci piring. Yups, kerjanya dia musiman, tapi sekalian kerja berat. Haha, cuci piring dan perkakas dapur kan tergolong pekerjaan berat.
Senin, 26 Juni 2016, para penghuni kota lain telah pulang ke sarangnya masing-masing. Tinggal lah kami bertujuh yang tersisa di kandang.
Eh, si anak kedua, alias adik pertama gue mau masak-masak, tugas cuci-mencuci biar adik kedua katanya. Wah..., gue hanya membantu menghabiskan santapannya.
Eiy, selesai nyuci, adik kedua gue meragain kakaknya yang kemarin berperang melawan cipratan minyak panas. Bedanya, dia isi penggorengan dengan mangkok bersih. Haha, iya kali, mangkok dimasak? (*^ω^*)