Diberdayakan oleh Blogger.
Seal - Gaia Online
RSS
Container Icon

Smartphone yang Tertinggal

     Cuaca cerah. Panas terik, namun tak ada hujan badai dan tak ada yang kita lalui bersama. Kenyataannya memang tak sedramatis lagu yang dibawakan Makcik Siti Nur Haliza. Dia orang bukan ya, yang nyanyi? Aih, lupa-lupa ingat.
     Bang Sutan serius amat, mantengin layar hape ampe segitunya. Kok beda dari biasanya, ya? Beli baru, apa?
     "Ica! Sini bentar dah, Ca!" Objek yang dikepoin malah manggil sambil melambai-lambaikan tangan, tapi pandangannya tetap fokus ke benda itu.
     Dirikupun segera meluncur. "Liat ni, dah. Perhatiin." Eh, ternyata lagi buka galeri. Kok kayak...
     "Eni hapenye si Otus, bukan?" nah itu dia, kayak hapenya si Otus. Lah, bisanya sama Bang Sutan? Sambil kepo dalam hati, aku cuma manggut mengiyakan.
     "Abang nemu di kantor SMP tadi."
     "Abis rapat tadi, maksudnya?"
     "Iye," denger gitu cuma bisa tepok jidat. "Otus, Otus. Bungkusan nasi Padang die bawa, hapenye malah ditinggal." Bang Sutan geleng-geleng kepala.
    
Jakarta, 17 Februari 2017

     Rapat evaluasi peserta didik bersama para wali, alhamdulillah dapat terlaksana dengan lancar.
    Loh, kenapa pertemuan rapatnya melibatkan para wali? Begini pemirsa, di sekolah berbasis religi yang mewajibkan peserta didiknya tinggal di asrama ini, dioperasikan atas kerja sama para wali. Wali kelas, wali asuh, wali murid, dan wali band yang akan memeriahkan peringatan harlah yayasan dalam waktu dekat. Yeay... hore...!!! ヽ(^0^)ノ ↖(^▽^)↗
     Otus..., oh, Otus. Mengapa kau sungguh tega meninggalkan smartphonemu begitu saja, Otus? Untung tidak ada dokumen ataupun gambar berbahaya di dalamnya. Foto dirinya saja, hanya beberapa. Lalu dari mana Bang Sutan menerka smartphone itu kepunyaan Otus? Ya dari beberapa foto dirinya itu. Daripada mengoleksi potret orang, dia lebih suka mengisi galerinya dengan gambar pemandangan, lukisan, ataupun hal-hal berbau seni lainnya, terlebih seni abstrak. Oh, Otus yang antik.
     "Juby, si Otus nyariin hapenya, nggak?" tanyaku via telepon.
     "Nggak. Tapi tadi aku liat dibawa Uni ke kamar anak-anaknya. Mau pada es-em-es, Teh."
     "Bukan yang itu, hape yang satunya, Binju...."
     "Nggak, Teh," terdengar suara terbatuk-batuk dari seberang. Sepertinya virus-virus bengek telah menyerang Juby Binju yang malang, "Emang kenapa sama hapenya Uni Otus, Teh?"
    "Ketinggalan di kantor SMP, tadi. Untung ditemuin sama Bang Sutan."
    "Sekarang hapenya masih di Bang Sutan, Teh?"
    "Masih."
    "Aku bilangin Uni Otus aja, tah, kalau hapenya ketinggalan?"
    "Nggak usah repot-repot, Nju. Biarin aja kalau dia nggak nyariin, mah," aku terkikik. "Nanti Teh Ica anterin abis dari sekretariat. Masih ngurusin harlah, soalnya."

    Bener-bener si Otus, mah. Mentang-mentang nggak butuh. Ketinggalan, terus nggak ada inget-ingetnya sama sekali, gitu?
     Sobatku yang satu itu pegang hape, paling kalau sedang buka arsip-arsip kuliah, searching, blogging, drawing and photo editing. Itu pun dong-dongan, kalau moodnya lagi bagus.
     Jarang chattingan. Katanya mau ngechat apa coba, kalau nggak ada pertanyaan yang bikin dia kepo? Chattingannya nggak jauh-jauh soal pelajaran, tugas kuliah, dan teman-temannya. Bahkan, obrolan di beberapa grup Whatsapp juga sering terabaikan. Pesannya menumpuk. Pernah hampir seribu pesan belum terbaca. Sampai mbak Rofi bilang gini, "Otus, kalau ada pesan itu dibaca. Barangkali penting buat Otus, gimana? Kan jadi ketinggalan berita, Tus."  Jawabnya cuma, "Lupa Mbak, mau dibiasain buka biar nggak ketinggalan berita tapi lupa. Jadi pas inget pegang hape, ya pesannya udah banyak, aja". Aduhh, ini kebiasaan buruk atau gimana, sih? Bingung aku. T_T
    Terus, sama keluarganya, nggak hubungin mereka juga karena lupa? Hufh. Seperlunya aja, katanya. Nggak telepon- teleponan, emang? Siapa yang mau telepon dan telepon siapa? Paling telepon dari wali murid yang mencari anaknya. Katanya, mungkin kalau sudah bersuami hapenya akan lebih hidup.

Aihh? O_o (⊙o⊙)?@( ̄- ̄)@
    Otus, si Otus, Otus. Kalau lupa, begitu deh, bilangnnya, "Maklum, udeh tue bangke," Otus keturunan Padang Pariaman, tapi hidupnya di Jakarta. Cuma numpang lahir doang di Padang. Mau nggak mau gayanya jadi ber-aye-ente, elu-gue begitu. Tapi baginya sekali Padang tetap cinta Padang.

     Ia sering mengingatkan hal-hal kecil, bahkan penting kepadaku. Sebentar, kalau begitu sebenarnya dia pengingat yang baik sekaligus pelupa juga? Atau bagaimana? Hufhh, yang jelas ia adalah teman baikku. Terkadang Otus menyebalkan, namun juga menyenagkan.
    Setiap orang mempunyai kelebihan serta kekurangannya masing-masing. Walaupun kekurangan seseorang membuat risih, bahkan menjengkelkan, tapi kita harus sabar dan menerimanya, karena tak mustahil hal yang demikian dirasakan oleh orang lain terhadap kita. Saling menghargai kelebihan dan kekurangan satu sama lain, saja. Indah, bukan?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar