Diberdayakan oleh Blogger.
Seal - Gaia Online
RSS
Container Icon
Tampilkan postingan dengan label Poem. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Poem. Tampilkan semua postingan

Hatiku, Lautan yang Tak Terduga

 


Di suatu malam, aku terpikirkan tentang perasaan manusia yang layaknya samudera luas dengan berbagai macam kehidupan di dalamnya. Keberagaman jenis hewan laut, kondisi lingkungannya, maupun terumbu karang, bahkan apapun itu yang belum aku ketahui di kedalaman yang paling dalam, dingin, dan gelap di bawah sana. 


Makhluk lautan tak bisa memilih untuk menjadi apa karena takdirnya telah ditentukan oleh Sang Empunya Mayapada, begitu pula dengan perasaan manusia yang dititipkan dan tertiupkan ke dalam dada kita, semuanya telah digariskan oleh-Nya. Namun, semua itu bukan berarti kita tak diberikan kemampuan untuk mengendalikannya sama sekali. 


Sekarang, aku akan menjadi ubur-ubur dengan bentuk seperti itu. Ya, seperti apa bentuknya? Kau pasti tahu seperti apa rupanya, meskipun tidak semuanya sama karena berbeda jenis, belum lagi kalau membicarakan tentang adakah racun di dalamnya atau tidak. 



Yups, sekarang aku adalah ubur-ubur bulan, Aurelia Aurita. Nama yang cukup cantik, bukan. 


Aku ubur-ubur bulan. Tetapi, apa boleh aku menginginkan untuk menyalahi takdir dan memohon agar aku dijadikan sebagai ikan hiu? Aku, menjadi ikan hiu paus yang katanya bisa tumbuh hingga sekitar 12 meter. Waw, besar sekali. 


Apalah daya, sekarang aku adalah ubur-ubur bulan dengan tubuh yang transparan dan ukuran yang kecil, bahkan 50 cm pun tidak ada. Lalu, apa yang harus aku lakukan? 


Terima saja kodratku sebagai Aurelia Aurita. Dengan begitu, aku bisa lebih menjalankan peran dengan baik. Aku berusaha hidup dengan senantiasa bersyukur atas apa yang diberikan kepadaku, dititipkan kepadaku. Meskipun terkadang, bisa saja menginginkan sesuatu yang sedang tidak ada di hadapan mata, ya wajar saja, tapi setelah itu kembali lagi ke tempatku, tersadar dari lamunan itu. 


Rupanya aku berimajinasi cukup indah malam ini. Perasaan yang aku rasakan memang sudah diberikan oleh Dzat yang menciptakanku, apapun itu, aku seharusnya menerima dan menjalaninya. Jika perasaanku sedang baik, itu sebuah anugerah yang indah. Sedangkan perasaan yang menyesakkan itu, tahan saja dulu, sembari berdoa aku meminta pertolongan-Nya agar tetap terlindungi dan dapat melewati kepiluan itu dengan baik, tentunya dengan mengupayakan apa yang bisa aku lakukan. 


Perasaan pun dapat terpengaruh dari kondisi sekitarannya, sebagaimana aku yang menjadi ubur-ubur ini tinggal di lautan dengan kondisi yang tidak baik, tercemar. Tentu hal tersebut menjadi salah satu faktor ketidaknyamananku, kan. Lantas, aku harus bagaimana? 


Jika aku bisa pergi dari lingkungan yang seperti itu, sepertinya akan lebih baik. Syukur kalau aku menemukan tempat tinggal yang lebih layak atau bahkan jauh lebih indah dan sehat dari sebelumnya. Apakah aku hijrah dari satu lautan di bagian bumi tertentu ke bagian yang lainnya? Aku yang ubur-ubur ini hijrah? Yups, tidak masalah. Toh, demi kemaslahatan diriku. Sama saja seperti perasaan manusia yang bisa terkontaminasi oleh paparan tingkah laku maupun omongan tetangga yang tak menyehatkan jiwa maupun raga. Aku bisa memilih untuk pindah, atau menjauh dari hal seperti itu. Pilihan ada pada kita, selanjutnya bagaimana kita menyikapinya dengan bijak. 


Realitanya, di mana pun kita tinggal, akan ada saja sesuatu yang membuat tidak nyaman. Kita bisa berupaya untuk menjauh, dan tetap tinggal di lingkungan seperti itu selagi masih kuat. Menetap saja, jika hal itu lah yang bisa dijangkau kelanjutannya. Jangan memaki keadaan dan kondisi yang ada apabila kita tidak merasa nyaman. Atau, kita bisa mencoba untuk berpindah ke bumi di bagian yang lain jika memungkinkan. Yah, begitulah perasaan dan berjuta dramanya. 


Terkadang, aku menangis bukan berarti sedang bersedih. Mungkin, tanpa disadari air mata  mengalir begitu saja membasahi pipi ini. Memang bisa seperti itu? Entahlah, aku sekadar menyelami lautan dalam dan seolah dipenuhi pertanyaan "sebenarnya aku sedang apa di sini, mengapa aku belum dapat menemukan apapun?". Kosong melompong. Wah, sepertinya aku kurang berdzikir. Astaghfirullah. Astaghfirullah. Astaghfirullah. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sebuah Goresan Kenangan

 



Aku tidak tahu mengapa sebuah titik yang ditarik menjadi garis dan garis-garis itu memencar ke segala arah, menciptakan berbagai goresan dan bentuk pola yang beragam. 


Yah, apapun keberagaman yang ada di hadapan kita, semuanya indah bila kita memandangnya seperti itu, begitu pula sebaliknya. 


Lalu, apa yang ada di benakmu sekarang?

Entahlah. 



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ingin Kau Tahu


Aku hanya ingin kau tahu, 

saling menghargai adalah sepoi angin sejuk yang menentramkan kita dari terik mentari 

Aku hanya ingin kau tahu, 

rinduku tak seberisik kicauan burung yang begitu bersemangat di pagi hari 

Tapi, ada kalanya mungkin jadi seriuh itu

Menjadi suara yang mendominasi, bisa jadi kelak kau pun akan menggemari dan menantikannya

Selamat menikmati sisa liburanmu bersama kerabat, dan keluarga besarmu

Jika memang nanti kita ditakdirkan lagi untuk berjumpa temu dan berbagi kisah seru, boleh jadi bibirku akan menyunggingkan satu senyum simpul  sembari tersipu-sipu 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Duri Perbaikan Diri


Adakalanya, sebab terlalu mengistimewakan sesuatu yang jauh, yang berada tepat di hadapan mata pun nampak buram. 

Sampai-sampai, tanpa tahu dan tanpa sengaja terlewatkan oleh pandangan mata. 

Kehidupan akan terus berjalan maju, yang berlalu hanyalah sebuah atau beberapa buah kenangan masa lalu. 

Apa yang kita lakukan, disadari ataupun tidak, manalagi karena memang sengaja, sangat mungkin menjadi duri di hati seseorang. 

Duri-duri kecil, kemudian menjadi gundukan besar.

Barangkali dapat menjadi lebih besar, atau menjelma sebesar apa lagi nantinya. Tak bisa diterka, tiada terkira. 

Hati manusia sebenarnya sangatlah lembut.

Setiap orang pun pada dasarnya baik, sebagaimana seorang bayi yang lahir dalam keadaan suci. 

Lalu, bagaimana dengan dia atau mereka yang sebaliknya? 

Bisa jadi emosinya sedang bergejolak, goyah pertahanannya. 

Egonya menjadi kabut, kemudian naik ke atas langit menjadi awan gelap. Kelabu itu semakin pekat. 

Apakah ia lelah? 

Entahlah. Ada kalanya manusia berada pada titik di mana ia tak kuasa mengendalikan diri, meskipun ia tahu betul laku apa yang telah diperbuat adalah keliru.

Mengakui kesalahan. Ya, seringkali terbesit rasa bersalah namun enggan untuk mengakuinya. Apalagi memenungkannya? 

Malah mencari-cari sejuta alasan sebagai pembelaan.

Bahkan berkata-kata dengan nada meninggi sebagai bentuk pertahanan. 

Atau berbicara dengan nada biasa, namun bahasanya kentara tak elok, terlebih benar-benar tak ramah di telinga. 

Konon, pekertinya tak sedap dipandang maupun dirasa pula. 

Lantas, bagaimana dengan kemaslahatan di ujung jalan sana? 

Apakah nasib dari sebuah perbaikan diri menempati posisi terendah dari tangga pijakannya? 

Pecah sudah. Meminta maaf pun termasuk perlakuan yang sulit kah? 

Memohon maaf cukup sederhana sebenarnya, tapi pada kenyataannya tidak sesederhana itu. 

Ada hati lain yang cedera karena tingkah langkah maupun perangai kita. 

Butuh waktu untuk sembuh, perlu waktu untuk pulih. 

Kendati waktu tak bisa diandalkan seutuhnya.


Kedoya, 31 Agustus 2023

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bongkahan Pertahanan

 



Ada kalanya, entah mengapa engkau merasakan sesuatu yang menyesakkan, sangat menyakitkan, namun kau berusaha mengatur raut wajahmu agar tak menampakkan apa yang engkau rasakan, tak memperlihatkan apa yang sedang melanda hatimu. 

Satu saat, kau berhasil menciptakan senyum, yang entah itu telah berhasil menutupi segalanya, atau ada saja yang dapat membaca perasaanmu. 

Dirimu yang perasaannya lebih mendominasi itu sering sekali lebih lihai untuk menutupi tanggapan hatimu. Tetapi, engkau hanyalah makhluk biasa. Bukan berarti kesabaranmu habis, lantas kekuatan kelopak matamu terkikis dan air mata itu pecah begitu saja. Bukan. 

Terkadang, engkau pun tidak tahu, mengapa dirimu merasakan sesuatu yang membuat hati tidak tenang, yang sangat menyesakkan dada, lalu air matamu menetes, mengalir membanjiri pipimu. 

Dalam diam di keheningan malam yang hitam legam itu, engkau menguatkan dirimu. Iya, kau berusaha menenangkan guncangan yang menerpa relung hatimu, bersimpuh dan memohon pertolongan Tuhanmu yang Maha Pengasih itu. 

Bukan berarti cengeng, sama sekali bukan. Justru dengan itu kau sedang mengumpulkan kekuatan. 

Isak tangis yang kau sembunyikan, perenungan yang engkau lakukan, dari situ lah kau mengasah kemampuanmu. Ya, kemampuan untuk bertahan. 

Perasaanmu, entah itu kebahagiaan, kelegaan hati, kesedihan, maupun kegundahan, siapa lagi yang menganugerahkannya kepadamu kalau bukan Tuhanmu? Maka minta lah Ia untuk menguatkanmu, menyembuhkanmu, menjadikanmu hamba yang bersyukur, dan juga menjadikanmu hamba yang Ia ridhai. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Terima Kasih Ayah

 Bismillahirrahmaanirrahiim



Terima kasih, telah menjadi laki-laki yang kuat. 

Terima kasih Ayah, berkatmu kami menjadi anak-anak yang baik. 

Bukan, kami bukan merasa sombong karena mengatakan diri kami baik. 

Tetapi kami bersyukur, karena engkau begitu sabar mendidik dan memperhatikan sehingga kami menjadi anak yang baik. 

Ya, kami adalah anak-anakmu yang baik, tetapi masih banyak kekurangan di diri ini, karena kami adalah manusia biasa. 

Kami hanyalah hamba Sang Penguasa Mayapada. 

Kami tahu, dirimu seringkali merasa masih memiliki banyak keluputan selama membesarkan kami. 

Tetapi, rasa itu bukanlah apa-apa dibanding segunung pengorbananmu bersama kekasihmu, ibu kami tercinta. 

Kami tahu, kekhawatiranmu seringkali menghantui, apakah anak-anakmu telah mendapatkan kecukupan, kebahagiaan, dan segala kebaikan apapun itu. 

Tetapi, itu bukanlah apa-apa dibandingkan aliran kasih sayangmu yang membanjiri kenangan kami. 

Kami telah tumbuh besar, Ayah. 

Kelak, kami mendambakan dapat disatukan bersama sesorang yang sepertimu, 

atau kelak, kami dapat meneruskan perjuanganmu, membesarkan cucu-cucu keturunanmu. 

Ayah, tak banyak kata yang dapat kami ucapkan. 

Tidaklah cukup meski seluruh senandung  kasih itu kami lantunkan. 

Ayah, semoga Allah senantiasa memberikan keridhaan dan keberkahan bagimu serta seluruh keluargamu. 

Semoga kami dapat terus tumbuh dengan baik, berjuang untuk menjadi anak-anakmu yang berbudi baik. 

Amin. Ya Rabbal alamin. 

Terima kasih, Ayah. 


Jakarta, 7 Juli 2022

(๑^ں^๑)

Barakallah fi umrik ya Aby 😇

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pratiwi di Bumi Pertiwi



Aku bukan ibu Fatmawati yang menjahit bendera,
dengan derai air matanya yang mengalir.
Yang tumpah berkali-kali membasahi Sang Saka Merah Putih.
Yang menjahit Sang Pusaka,
sekembalinya dari pengasingan di Bengkulu ke Jakarta.
Yang sedang hamil tua 
dan sudah bulannya untuk melahirkan seorang putra.  

Bukan, itu bukan aku. 

Aku hanyalah seorang Pratiwi.
Ya, Pratiwi yang lahir di mana tiga ikrar sumpah pemuda itu digaungkan.
Pratiwi yang tumbuh dan besar di bumi Pertiwi.
Pratiwi yang akan menjaga harta pusaka.
Pratiwi yang mengabdi untuk Ibu Pertiwi.


Jakarta, 17 Agustus 2020

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Celoteh Pagi

Pagi...
Mentari menari, sinarnya menghiasi latar drama
Terima kasih
Telah memberi cahaya, 
menuangkan sekendi kehangatan pada lakon musim dingin itu 
Terima kasih
Telah mendengar dan menyaksikan operetku di hari yang belum usai ini
Angin di diriku masih mengembuskan kerinduan
Namun kulit menutup pori-porinya agar tak ada suatu apapun yang keluar
Takut sebenarnya
Bosan pula sejujurnya
Pagi...
Mohon temani aku
Jangan biarkan aku sendiri
Tak apa bila kau pergi nanti
Asal kau menjamin, malam kan menghadiahkan sinar purnama 
Agar aku dapat berbagi celotehku padanya
Dan diperkenankan bertemu dirimu esok hari

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tersembunyi: Suara-Suara yang Sengaja Dihilangkan



Malam yang sunyi, padang pasir yang kering, bagaikan semua suaranya sengaja dihilangkan. Sepi di tanah yang gersang. 

Benangi, yang penting bagi Kirara adalah hatinya. Bisa saja luka itu tersembunyi di tempat yang sangat dalam. 

Semakin berpaling karena ia tak ingin melihatnya, di dalam hati juga bergerak, ke tempat yang lebih dalam. 

Daripada menjadi sakit dan menjengkelkan jika terus terlihat, sehingga lebih baik disembunyikan saja.

Berharap ada seseorang yang dapat mendengarkan rintihan sakit yang ia rasakan, meski hanya sekali saja, karena tidak ada orang yang benar-benar ingin sendirian.

Tapi, kehangatan hati pasti dapat ditemukan. 

Agar tempat ini tidak menjadi lebih dingin. Agar tidak menjadi kering. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Api, Darah dan Benih Kebahagiaan

Aku mencintaimu seperti api, yang terus berkobar di dalam sanubari.
Aku mencintaimu seperti darah, yang mengalir di setiap nadi.
Aku mencintaimu seperti benih, yang terus tumbuh berkat kebahagiaanmu.
Aku hanya ingin terus mencintaimu



Meski belum dapat memecahkan cermin keabu-abuan Kaguya di sana, tapi di sini aku cukup mendapatkan kebahagiaan dan keindahan di kala Ajisai itu merekah, Ryu-san.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sama-sama

Bukan siapa-siapa
Belum jadi apa-apa
Lantas, bagaimana? 

Yang dilakukan hari ini,
bukanlah apa-apa
Didasari perasaan memiliki sesuatu yang lebih, kah? 

Bukan
Bukan karena perasaan,
tapi kewajiban
Tanggung jawab 

Kata-kata yang mengatakan itu baik
Kesombongan, kah?
Tidak
Tujuannya bukan itu
Melainkan pelajaran
Perenungan 

Yang mengatakan pun masih berusaha,
berusaha mempelajari untuk paham
Berusaha merenung agar sadar
Sama-sama sadar
Sama-sama memperbaiki
Membenahi apa yang perlu dibenahi


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kantuk Kerinduan

Berat.
Tubuh ini begitu lemas,
mataku lelah,
ingin rasanya terpejam sedikit lebih lama. 

Hari ini lebih sejuk dari biasanya.
30° celcius.
Sementara kemarin, mencapai 35°.
Apa itu sebabnya aku mengantuk? 

Tapi, biasanya helai kantuk muncul karena ada angin yang berembus.
Apakah itu kau, angin kerinduan?
Benarkah? 

Diam-diam kau merayap masuk ke jendela hatiku, ya?
Mungkin ini sebabnya aku mengantuk. 

Kantukku adalah kantuk kerinduan.
Mimpilah tempat di mana aku akan berjumpa,
berjumpa denganmu yang kurindukan. 





Jakarta, 15 November 2019

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kekhilafan yang Nyata

Rasa sesak ini nyata,
tapi bukan asma.
Rasa sakit ini pun nyata,
tapi tak berdarah.
Aku masih menyimpan plestermu,
tapi entah akan kutempelkan di mana. 

Apa aku merindukan masa-masa itu?
Ketika bersama mereka?
Berada di tempat yang berjauhan,
tapi masih di bawah naungan langit yang sama. 

Mengingatkanmu akan hari itu memang sebuah kekhilafan,
tapi aku menyukainya.
Membaca apa yang kutulis kala itu,
apakah kau menyukainya?
Sudikah dia mengenangnya?
Tapi jelas itu adalah kekhilafan. 

Apa aku menyukai dan merindukan kekhilafan itu?
Buat apa?
Apa itu berguna? 

Ketika Mentari menampakkan sinarnya, 
kau pun menampakkan sinarmu kepadaku.
Apa boleh, aku menyukai itu?
Ketika Rembulan memanjakanku dengan keindahan malamnya,
pantaskah aku bahagia karenanya?
Ketika gemintang berkelip cantik,
layakkah aku memandangnya seraya tersenyum? 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Karena Itu



Ketika awan bergumpal-gumpal membentuk serangkaian perahu rakit,
dinding keegoisan mulai memudar.
Mencoba sekali lagi menyingkirkannya,
tapi ia hanya berubah menjadi transparan.

Langit makarel menyapaku,
tapi yang terdengar hanyalah sayup-sayup birunya melankoli sendu.

Karena itu, kututup mataku tentang hal yang telah berlalu,
karena itu, aku merentangkan tanganku,
memeluk wanginya angin masa depan,
dan membuka hatiku,
terhadap hal yang akan datang.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Perlahan

Apa itu?
Rasanya benar-benar menysakkan dada.
Apa? 

Mengapa kau yang mengemban itu lagi?
Apa kau merasa hanya seorang diri?
Atau hanya perasaanmu saja? 

Aku memerhatikanmu dari kejauhan.
Kau ingin menceritakan apa yang kau hadapi sekarang?
Kau tak tahu harus berkata kepada siapa, 
apa yang akan dikatakan? 

Apa sesulit itu?
Matamu berkaca-kaca.
Apakah sebegitu gelap awan di sana, 
hingga akan turun hujan? 

Hela napas perlahan.
Sebut nama-Nya perlahan.
Perlahan-lahan saja.
Perlahan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bagaimana?

Sakura di kananmu,
debu Bintang di kirimu.

Langit berwarna-warni dan gemintang tersenyum,
pada hari di mana kau bersinar,
pada hari kita berjumpa lagi.

Dandelion di kananmu,
pasir Alexandria di kirimu. 
Pasir Mukalla di hadapanku. 

Beri tahu aku,
bagaimana tawa itu muncul dalam sepi?

Suara hati ini pun tak dapat diperdengarkan.
Bagaimana aku merindukanmu tanpa suara?
Bagaimana aku menceritakannya kepadamu tanpa kata-kata?
Bagaimana?



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pada Akhirnya

Semua yang nyata terkadang membuatmu takut.
Kau ingin menceritakan sesuatu kepadanya, meringankan pikiranmu. 

Pada akhirnya, 
kau mengurungkannya, memendamnya.
Pada akhirnya, 
kau hanya lari dari kenyataan.
Pada akhirnya, 
kau mencoba melupakannya. 

Mencoba untuk tidak merasakan apapun.
Lagi-lagi, membuang rasamu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bintang

Kisah tentang matahari, bulan, dan bintang.
Biarpun menjadi yang terkecil,
kau memancarkan cahaya sendiri.
Terima kasih atas segalanya.
Terima kasih telah menjadikanku merindukanmu.
Kerinduan tanpa suara ini,
terima kasih .

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kotak Besi

Hanya sedikit kesal, tapi tak apa
Sosok yang baru saja melemparkan kerikil
Iya, dia
Kuanggap kerikil tak pernah ada
Melupakannya, ya biarkan saja

Kotak besi akan membantuku
Ia membawaku jauh
Jauh, dan semakin jauh
Hingga aku melewati sebuah tempat
Penuh hikmat, sarat hikayat

Sejuk mengetuk kalbu yang panas
Molekul-molekul kedamaian bertebaran
Hamparan padang hijau bersenandung
Pepohonan menari,
melambaikan kenangan-kenangan manis

Kotak besi membawaku pergi
Kotak besi membuat pikiranku kembali
Kembali ke masa-masa bahagia
Bersama awan-awan di sana yang tersenyum ceria

Putih abu-abu kala itu
Syahdu mendayu,
berlapis alunan melodi-melodi ayu
Ah, aku rindu masa lalu

Kotak besi mengantarkanku ke jembatan itu
Di bawahnya sungai mengalir 
Gerombolan bebatuan tertawa riang
Bersama percikan-percikan air,
mereka lantunkan lagu-lagu suci

Kupejamkan mata
Sejuta kenangan indah ada di mana-mana
Bahagia

Kembali ke sana, kuinginkannya
Bolehkah kau menemaniku?
Iya, kau

Apa kau pernah singgah di sana sebelumnya?
Apakah kita saling mengenal?
Mungkinkah kita pernah tinggal di atap yang sama?


Bumiayu - Brebes, 12 Mei 2018

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Perjalanan Kotak Besi


Ketika bunga mulai mekar,
kulihat dari kejauhan Mentari yang mulai terbenam 
Di balik kaca yang melesat, kusebut Asma-Nya 

Mentari, kali pertama aku menjumpaimu dengan rupa seperti itu
Jingga kemerahan, lingkaran penuh
Beberapa saat kemudian, engkau hampir terbenam
Terhalang pepohonan, kau benar-benar lenyap  

Kini malam merekah
Cahaya Rembulan menghiasi langit di sana 
Perjalanan masih panjang

Kotak besi membawaku, 
membawa kami menuju keridhaan-Mu
Lindungi kami, kuatkan kami
Duhai penguasa mayapada 

Probolinggo - Jombang, 10 Mei 2018


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS